PEMIKIRAN BLAISE PASCAL; LE COEUR DAN LE PARI


Wb : Blasius Ola Doren

Rahasia Agung, misteri agung adalah bahwa dunia mempunyai hati.
Dan hati itu adalah hati Kristus.
 (Teilhard de Chardin, SJ)
            Ungkapan Chardin di atas, jelas menunjukkan bahwa hati mempunyai peranan yang sangat penting bagi dunia terutama dalam mengenal Kristus. Sebab hanya orang yang mempunyai hati yang mampu menyelami misteri agung yakni Allah sendiri, bukan rasio. Rasio manusia itu terbatas sedangkan hati manusia akan mampu memahami apa yang lebih jauh daripada itu yakni pengetahuan tentang Allah.

            Seorang filsuf dan apologet terkenal pada zaman modern yang lebih menekankan hati daripada rasio adalah Blaise Pascal. Menurutnya, iman pun berperan penting bahkan iman melebihi kemampuan rasio manusia. Pascal juga tertarik pada ilmu pengetahuan khususnya matematika dan fisika. Oleh karena itu ia disebut juga sebagai seorang filsuf yang menganut paham dualisme. Pemikirannya memiliki pengaruh yang cukup besar dalam pembahasan filsafat zaman berikutnya. Karyanya terkumpul dalam sebuah buku yang diberi judul Pensees de Pascal (Pemikiran Pascal) yang ditulis oleh orang-orang tertentu setelah kematiannya.[1] Buah pemikiran Pascal yang cukup mendapat perhatian yakni mengenai Le Coeur (hati) dan Le pari (pertaruhan).
            Penulis tertarik dengan buah pemikiran Blaise Pascal mengenai hati dan pertaruhan. Untuk itu penulis ingin lebih mengenalnya serta mendalami buah-buah pemikirannya itu dalam tulisan ini. Semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan kita semua yang ingin mengenal Blaise Pascal, tokoh pada zaman modern ini.

2. Riwayat Hidup Blaise Pascal dan Pemikirannya
2.1 Riwayat Hidup

           Blaise Pascal lahir pada tanggal 19 Juni 1623 di Clermont-Ferrand, Perancis. Sejak kecil, ia dikenal sebagai seorang anak yang cerdas walaupun ia tidak menempuh pendidikan di sekolah secara resmi. Dengan kecerdasannya, ia menaruh minat akan fisika dan matematika yang akhirnya menemukan kalkulator pada usia 12 tahun dan teori potongan bola. Hal itu ditemukannya tidak lepas dari usahanya untuk melakukan berbagai eksperimen-eksperimen (yang pada umumnya dianggap sebagai hal duniawi saja oleh banyak orang) sekaligus membantu pekerjaan ayahnya, Étienne Pascal. Sedangkan  ayahnya sendiri bekerja sebagai seorang petugas penarik pajak yang bekerja di wilayah Auvergne, Perancis. Sejak usia empat tahun Blaise telah kehilangan ibunya namun karya-karyanya terus bertambah.


Awalnya Pascal tidak berminat pada hal-hal yang berhubungan dengan agama. Ia kemudian mengalami peristiwa pertobatan pada usia 23 tahun. Sejak peristiwa itu, Pascal kemudian mengubah pola hidupnya dengan tekun berdoa dan berpuasa. Tidak hanya itu, ia bahkan pada tahun 1646, bergabung dengan Jansenis[2] dan gerakan Port –Royal yang keras.[3] Pada masa-masa kedewasaan serta masa tuanya, dia dikenal juga sebagai seorang filsuf  yang cenderung membela imannya dan terkenal dengan hidup asketisnya. Ia meninggal dunia pada tanggal 9 Agustus 1662 dalam usia 39 tahun tanpa penyebab kematian yang jelas. Karyanya yang termasyur adalah Pensees yakni kumpulan pemikiran-pemikirannya. Namun Pensees tersebut  bukanlah karya yang diterbitkannya sendiri, melainkan karya tersebut diterbitkan oleh orang-orang tertentu yang tertarik dan menganggap penting pemikiran tersebut. Pensees tersebut terbit setelah kematiannya.

2.2 Pemikiran Blaise Pascal
2.2.1 Hati ( Le Coeur)
2.2.1.1 Pengertian
            Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “hati” diartikan sebagai sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian-pengertian (perasaan-perasaan dan sebagainya).[4] Dalam bahasa latin, kata “hati” disebut cor. Sedangkan dalam bahasa inggris hati disebut heart.
Kata “Coeur” dalam Pensees yang mempunyai arti ganda:
a) Menurut Pascal, hati ialah pusat gejala-gejala afeksi di dalam manusia. Gejala-gejala ini akhirnya berpadu pada kemampuan kehendak sebagai kemampuan rohani. Oleh karena itu istilah “volonte” (kehendak) dan istilah “Coeur” (hati) dipakai Pascal secara campur aduk. Hati (dalam arti tersebut) sangat besar pengaruhnya terhadap timbulnya iman walaupun keputusan terakhir untuk percaya tinggal pada rasio (manusia adalah animal rationale), namun keputusan ini sekali-kali tidak “jatuh dari langit” melainkan dipersiapkan oleh suatu disposisi moral yang mendahului keputusan tadi. Justru dalam mencapai disposisi tersebut, hati memainkan peranan yang maha penting. Hati yang memberi “wajah” tertentu kepada realitas.[5] Bagi orang yang sedih hati, dunia tampak suram, dan bagi mereka yang tawar hati, segalanya memang mengejutkan dan menakutkan. Sebaliknya kepada orang yang girang hatinya, realitas menampakkan diri sebagai cerah dan bersinar, dan bagi mereka yang mudah terkesan hatinya, alam dunia ini sungguh mengagumkan dan mengesankan. Lebih sederhananya dapat diterangkan demikian, yakni : Pascal terkadang memberi kesejajaran antara hati dengan kehendak yang berkaitan erat dengan kepercayaan. Namun dia lebih sering memaknai hati tersebut sebagai alat untuk mampu mengetahui kebenaran melebihi apa yang diketahui oleh ratio.
“ Yang dapat mengetahui Allah secara langsung adalah hati, bukan ratio. Iman demikian dikatakan Pascal, adalah penasehat yang lebih baik daripada akal. Akal memiliki batas, tapi iman tidak.”[6]

Jika dihubungkan dengan jiwa, Pascal memahami bahwa hati merupakan jiwa sendiri, sejauh jiwa diciptakan untuk menerima pewahyuan kebenaran abadi. Hati tidak bertentangan dengan akal budi, tidak mengecualikan akal budi, tidak mengecualikan apa-apa. Hati merangkum dan mengarahkan. Hati sendirilah akal budi apabila akal budi dijiwai oleh cinta kasih.[7]
b) Arti kedua dari istilah “Coeur” dalam karya Pascal “Pensees” ialah kemampuan prinsip-prinsip yang tak dapat dibuktikan. “Coeur” ialah sumber pengertian-pengertian pertama yang  berfungsi sebagai “instinct” (ilham bawaan, naluri) dan membuat kita menerima atau mempercayai sesuatu dengan spontan  (Paskal menyebutnya dengan sebutan sentiment).[8] Dengan kata lain, “hati” di sini berarti kemampuan yang lazimnya disebut “intuisi”. Akan tetapi istilah intuisi berarti “penglihatan batin”, padahal prinsip-prinsip serta faham-faham pertama itu bukan semata-mata terang. Ada juga unsur kegelapan tercampur dengannya. Di dalam azas-azas pertama yang tak terbuktikan itu ada sesuatu yang tak terjangkau oleh akal budi, sehingga tidak dapat diuraikan secara “Claire et distinct”(jelas dan tegas).

2.2.1.2 Faktor-Faktor Penting dalam timbulnya Iman
Menurut Pascal, ada tiga faktor yang memainkan peranan dalam timbulnya iman kepercayaan, jika dipandang dari sudut manusia. Ketiga faktor yang dimaksud ialah akal budi (raison), hati sanubari (Coeur) dan kebiasaan (coutume). Menurut Pascal, peranan terbesar dipegang oleh hati sanubari. Kemudian kebiasaan pun mempunyai peranan besar. Akal budi baru menyusul pada tempat yang ketiga. Pascal memang kurang penghargaannya bagi akal budi manusia (raison) yang biasanya ia samakan dengan penalaran (raisonnement).[9]
            Faktor terpenting bagi Pascal dalam proses pengenalan, bukan hanya dalam mengenal kebenaran religus tetapi juga kebenaran pada umumnya, ialah apa yang lazimnya ia namakan “Coeur” (hati). Menurut Pascal, manusia merupakan makhluk yang penuh misteri, yakni bahwa manusia tidak pernah dapat dipahami hingga pada unsur terdalam dari dirinya. Dia yakin pada pendapatnya bahwa hati (coeur) lebih penting dari ratio (ration). Memang keduanya tetap berguna dan memiliki peranan masing-masing; ratio mempelajari matematika dan ilmu alam, sedangkan hati mampu melampaui hal-hal tersebut, hingga sampai pada kebenaran-kebenaran yang lebih tinggi, khususnya Allah.[10]

2.2.2 Pertaruhan (Le Pari)
Le Pari (pertaruhan) merupakan salah satu pokok gagasan Pascal yang termasyhur. Pertaruhan di sini bukan terutama soal bukti ada tidaknya Allah, melainkan Pascal mau menunjukkan kelemahan orang-orang skeptis yang mencemoohkan orang Kristen yang membela adanya Allah sementara mereka tidak bisa memberi bukti yang rasional. Oleh karena itu, menurut Pascal, kita manusia harus memutuskan sebuah pertaruhan tentang ada tidaknya Allah.[11] Maka, menjadi pertanyaan besar  yang mau tidak mau harus dijawab adalah,  Allah ada atau Allah tidak ada? Dalam hal ini akal budi tidak dapat mengambil keputusan; sebab kedua-duanya tidak dapat dibuktikan olehnya. Orang-orang skeptis atau atheis lebih cenderung atau jatuh pada aliran rasionalisme yang mengandalkan akal atau rasio. Maka baik pendirian orang beriman bahwa Allah ada, maupun pendirian orang atheis bahwa Allah tidak ada, tidak dapat dipertahankan secara rasional.[12] Mengenai pertaruhan ini, Blaise Pascal kembali menekankan kelebihan atau keunggulan hati yang mampu sampai pada iman daripada hati yang telah disebutnya sebagai hal yang terbatas. Dapat dikatakan bahwa pemikiran atau pembelaan Pascal ini menjadi suatu tantangan bagi kaum rasionalistis.
            Pertaruhan berarti memilih di antara dua pilihan; menang atau kalah, pergi atau pulang, ke atas atau ke bawah. Dalam pembahasan mengenai pertaruhan ini, Pascal berusaha untuk memilih apa yang diyakininya. Dengan pahamnya yang amat luhur mengenai kemampuan hati, dia sebagai apologet tetap bertahan pada pendiriannya yakni bahwa dia meyakini akan adanya Allah. Pendirian ini dinyatakannya dengan bahasa yang sederhana yakni, jika kita percaya (akan adanya Allah) dan memenangkan pertaruhan tersebut, kita memenangkan segala-galanya. Tetapi jika kita kalah dalam pertaruhan itu, kita tidak kehilangan apapun.
            Dalam pertaruhan ini, manusia dituntut untuk mengambil keputusan dari apa yang dipertaruhkan. Keputusan tersebut hendaknya diperoleh dari hati (coeur) seperti yang disebut Pascal. Sebab hati mampu membawa manusia berhadapan dengan Allah, di mana di dalam Allah tidak ada lagi yang bertentangan.[13]

3. Refleksi Kritis
            Berbicara mengenai hati berarti berbicara soal rasa manusia. Orang hanya bisa merasakan sesuatu baik dalam hal yang sederhana maupun sampai kepada suatu makna yang terdalam. Dari sinilah iman kita tumbuh. Menyelami rahasia Allah tidak bisa memakai pikiran manusia karena Allah hanya bisa dirasakan melalui unsur rasa yang terdalam yaitu hati manusia.
            Dalam banyak hal, kita dituntut untuk lebih menggunakan hati dibanding rasio atau akal budi. Apalagi tugas kita sebagai orang yang terpanggil, kita sering berhadapan dengan situasi yang menghendaki kita memainkan peranan hati. Misalnya dalam tugas Pastoral (Caritas Pastoralis). Lebih baik berpastoral dengan hati daripada berpastoral dengan rasio. Sebab rasio cenderung membuat orang untuk selalu mencari pembenaran-pembenaran yang kurang mengena di hati umat. Hati membuat kita bijaksana, sabar dan siap mendengarkan.
            Ada juga ungkapan “lebih baik mampu merasa daripada merasa mampu”, mau menunjukkan bahwa peranan hati lebih utama daripada ratio. “Mampu merasa” lebih kepada soal rasa, unsur terdalam manusia. Sedangkan “merasa mampu” lebih menunjukkan pada peranan akal budi. Kita dapat mengerti orang lain apabila kita pun lebih menggunakan hati.
             
Blaise Pascal mengajarkan bahwa iman adalah penasihat yang lebih baik daripada akal. Sebab dalam hati kita terkandung hati Kristus yang mempersatukan hati kita dengan Allah. Kita yang percaya akan adanya Allah akan mengerti dan mengetahui bahwa betapa besar kasih Allah yang selalu ada buat kita. Segala pengalaman hidup kita dan segala kenyataan yang kita alami baik suka maupun duka merupakan anugerah Allah yang patut disyukuri. Itulah iman yang membuat kita yakin dan semakin dekat dengan Allah.
Mengenai pertaruhan, tentu kita pun sering alami dalam hidup kita sehari-hari. Kita bertaruh karena ada sesuatu yang ingin kita dapatkan dalam pertaruhan itu. Akibatnya ada dua kemungkinan yang kita peroleh yakni kemenangan atau kekalahan. Namun dalam pertaruhan yang diajarkan Pascal, sebenarnya mengajak kita untuk selalu setia dalam iman, tidak goyah dalam panggilan serta selalu bersemangat dalam hidup. Sebab kita yakin bahwa perbuatan baik kita yang kita lakukan di dunia ini sungguh mendatangkan kebahagiaan bagi kita meskipun kita mengalami kegagalan atau kekalahan dalam pertaruhan hidup. Tuhan selalu beserta kita di mana pun kita berada.

 4. Penutup
Blaise Pascal mengajarkan bahwa hati adalah unsur  terpenting dalam dunia filsafat terutama untuk berbicara tentang Allah. Sebab yang dapat mengetahui tentang Allah adalah hati bukan rasio. Hati bisa mengolah segala sesuatu yang masuk dalam rasio manusia. Bisa dikatakan bahwa Hati adalah penasehat rasio manusia. Pascal mengajarkan bahwa rasio hanya menghasilkan pengetahuan yang dingin, sedangkan hati memberikan pengetahuan dimana cinta berperan aktif. Hati memiliki akal-akal yang tidak dapat dipahami dan dimengerti oleh rasio.
            Hati adalah kesadaran dari Allah, bukannya akal budi. Maka, iman adalah Allah yang dirasakan oleh hati, bukan oleh akal budi. Jelas bahwa peranan hati lebih utama dari rasio apabila berbicara mengenai Allah. Sebab di dalam hati, bergeloralah langit, bumi dan semua tempat di mana dihuni udara dan di dalam hati berdiamlah pikiran dan segala kekuatan kehidupan.


“Berikanlah kepada kami, hati yang murni supaya kami dapat melihat-Mu, hati yang tidak sombong supaya kami dapat mendengar-Mu, hati yang mencintai supaya kami dapat melayani-Mu, hati beriman supaya kami dapat menghadirkan pribadi-Mu.”
(Dag Hammarskjold)


Tips kebahagiaan menurut Pascal
Ada beberapa tips yang dinyatakan Pascal demi mencapai kebahagiaan;
“Kebesaran seseorang tidak boleh diukur menurut usaha luar biasanya, melainkan menurut perilaku hariannya”
“Banyak manusia memperoleh kepribadiannya hanya dengan jalan bahwa mereka jatuh lagi dan lagi ke dalam kesalahan yang sama”
“Jika kita mencintai, kita akan tampak lain di hadapan diri kita sendiri dari pada sebelumnya”.





Kepustakaan
Admojo, Wihadi, et al. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Pertama. Jakarta: Balai Pustaka, 2003.
Bertens, K. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta : Kanisius, 1975.
Hadiwiyono, Harun. Sari sejarah filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius, 1980.
Hardiman, Budi, F. Filsafat Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004.
Maksum, Ali. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: AR-Razz Media, 2010.
Syukur, Nico, Dister. Filsafat Agama Kristiani. Yogyakarta: Kanisius dan Gunung Mulia  1985.




[1] Dr. Nico Syukur Dister, Filsafat Agama Kristiani (Yogyakarta: Kanisius, 1985), hlm. 138.
[2] Jansenis adalah kelompok penganut ajaran Agustinus tentang dosa dan rahmat. Jansenis berpusat di Perancis yaitu biara Port-Royal.
[3] Ali Maksum, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: AR-Razz Media,2010), hlm. 123.

[4]  Wihadi Admojo, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Pertama (Jakarta : Balai Pustaka,2003 ), hlm. 344.
[5] Dr. Nico Syukur Dister, Filsafat Agama... hlm. 153.
[6] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm. 60.
[7] Dr. Nico Syukur Dister, Filsafat Agama... hlm. 154.
[8] Dr. Nico Syukur Dister, Filsafat Agama... hlm. 154.
[9] Dr. Nico Syukur Dister, Filsafat Agama... hlm. 152.
                [10] Prof. K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat (Yogyakarta : Kanisius, 1975), hlm. 50.
                [11] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern … hlm. 62.

                [12] Dr. Nico Syukur Dister, Filsafat Agama..., hlm. 159.
                [13] Dr. Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Yogyakarta: Kanisius, 1980), hlm. 26.