Kemunculan Gerakan Zaman Baru (New Age)

Gerakan New Age bersifat eklektik dan beragam. Eklektik berarti mengandung banyak paham yang diadopsi, baik dari budaya Timur maupun budaya Barat. Beragam berarti memiliki komposisi dan ideologi yang berbeda satu sama lain. Gerakan New Age tidak memiliki susunan hirarki maupun sistem organisasi yang jelas. Perbedaan yang ada antar sesama penganut gerakan New Age membuat gerakan ini sulit untuk didefenisikan. Meskipun demikian, gerakan ini masih dapat diselidiki dan dikenali lewat kepercayaan-kepercayaan dasar yang sama dan yang bisa diidentifikasi. Dengan menelisik lebih jauh ke dalam gerakan New Age, kita dapat menemukan akar-akar sejarah, perkembangan, dan ajaran-ajaran utama yang mereka propagandakan. Berikut ini penulis menyampaikan pemaparan singkat berkaitan dengan gerakan New Age.

 Sekilas Tentang Gerakan New Age
a. Beberapa Pemicu Kemunculan Gerakan New Age
Pemicu kemunculan gerakan New Age tidak lepas dari pemikiran manusia pada zaman sebelumnya, bahkan lebih jauh dari itu, gerakan ini menggali kembali kepercayaan-kepercayaan kuno. Dengan bertitik tolak dari pemikiran masa lampau tersebut, mereka mempropagandakan suatu kepercayaan dengan komposisi yang baru. 
a.1   Gnostisisme[24]
Gnostisisme merupakan sebuah aliran kepercayaan yang hidup di dunia Timur Tengah beberapa abad sebelum Masehi, terutama dalam kebudayaan helenistik Yunani.[25] Ketika Gereja mewartakan iman akan Yesus Kristus di Yunani, kepercayaan gnostik masih tetap hidup, malah kepercayaan ini menyusup di kalangan umat Kristen, sehingga muncul banyak pandangan-pandangan yang berbeda dalam keyakinan iman Kristen.
Berdasarkan penemuan di Nag Hammadi, naskah-naskah gnostik kebanyakan dinyatakan berasal dari pengarang Kristen. Kesimpulan ini diperoleh berdasarkan isi dalam tulisan naskah-naskah tersebut yang sangat akrab dengan tokoh-tokoh Kitab Suci Perjanjian Baru seperti Thomas, Filipus, Yohanes, Yudas, dan Maria Magdalena.[26]
Gnostisisme mengadopsi istilah-istilah yang digunakan dalam keyakinan agama-agama, menafsirkannya dengan cerdik dan memberi makna baru pada keyakinan agama tersebut atas dasar gnostisisme.[27] Masalah fundamental gnostisisme adalah berikhtiar mencari asal-usul dunia, mengapa kejahatan ada, dan siapa sebenarnya diri manusia.[28] Penganut gnostisisme mengklaim diri sebagai orang-orang yang memiliki pengetahuan rahasia (gnosis). Mereka yakin, gnosis akan membawa mereka dapat memecahkan masalah fundamental mereka tersebut dan dapat sampai pada pembebasan jiwa, serta kembali kepada yang ilahi.[29] Sean Martin dalam bukunya The Gnostics mengutip dari salah satu naskah yang ditemukan di Nag Hammadi, menuliskan demikian:
Jika seseorang mempunyai pengetahuan (gnosis), ia datang dari atas. Bila ia dipanggil, ia mendengar, ia menjawab, dan ia mengarahkan diri kepada yang memanggilnya dan naik kepadanya. Dan ia tahu dalam cara apa ia dipanggil. Memiliki pengetahuan, ia menjalankan kehendak dia yang memanggilnya, ia ingin menyenangkan dia … Ia yang harus mempunyai pengetahuan dalam cara ini, tahu darimana ia datang dan kemana ia pergi. Ia tahu seperti orang yang mabuk telah sadar dari kemabukannya, dan kembali menjadi dirinya sendiri, ia telah memperbaiki dirinya.[30]
Salah satu unsur yang ada dalam gnostisisme adalah pemikiran dualisme, yakni yang mempertentangkan antara terang (Allah) dengan gelap (materi). Mereka memandang dunia materi sebagai suatu realitas yang jahat. Sedangkan, Allah diyakini tidak dapat dikenal dan tersembunyi, karena tidak ada konsep manusiawi manapun yang mampu merumuskan-Nya. Oleh sebab itu, Allah yang transenden itu tidak bertanggungjawab secara langsung atas manusia dan dunia. Inkarnasi, kematian, dan kebangkitan Yesus pun menjadi tidak dapat dibenarkan apalagi dipercaya. Bagi gnostisisme, satu-satunya jalan keluar dari keadaan dunia yang jahat, yang sama sekali tidak ideal bagi manusia adalah gnosis.[31]
Gnostisisme merupakan suatu sinkretisme agama dan tidak sesuai dengan iman kepercayaan Gereja. Kenyataan ini menjadi suatu alasan yang kuat bagi Gereja, sehingga pada abad awal Kekristenan, para bapa Gereja, dimotivasi oleh keinginan untuk mempertahankan ortodoksi iman Gereja, berjuang keras melawan gnostisisme.[32] Apakah dengan demikian gnostisisme hilang? Ternyata paham ini tidak pernah benar-benar dikalahkan. Sebaliknya, paham ini terus berkembang di pinggiran masyarakat Kristen dan mempengaruhi keyakinan-keyakinan agama lain.[33]
Sejak pertengahan abad ke-18, figur-figur berpengaruh seperti William Blake, Johann Wolfgang, Herman Melville, Kierkegaard, dan Carl Jung secara implisit bahkan eksplisit telah membangkitkan kembali paham gnostisisme lewat tulisan-tulisan mereka.[34] Kelahiran kembali gagasan gnostik ini disambut hangat oleh gerakan New Age, bahkan menjadi salah satu bagian dalam gerakan New Age. Namun, karena gerakan New Age bukanlah gnostisisme murni sejumlah orang menggunakan istilah neognostisisme untuk membedakan gnosis gerakan New Age dengan gnosis dalam gnostisisme kuno. Paus Yohanes Paulus II berpendapat, bahwa gerakan New Age adalah gnostisisme baru.[35]
a.2     Agama-Agama Timur
Kemunculan gerakan New Age tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan Timur. Gerakan New Age banyak mengadopsi dan mengembangkan inti spiritualitas mereka dari kepercayaan agama-agama Timur, terutama agama Hindu dan agama Buddha.[36] Agama Hindu lahir dari akulturasi kebudayaan, antara bangsa Arya sebagai bangsa pendatang dari Iran yang memisahkan diri dengan bangsa Drawida sebagai penduduk asli India, antara abad XX-X sebelum Masehi. Karena Bangsa Arya merasa diri memiliki derajat yang lebih tinggi dari bangsa asli India, mereka menciptakan kasta-kasta, yang hingga saat ini menjadi salah satu kekhasan agama Hindu.[37]
Agama Hindu menganut kepercayaan pantheisme dan animisme. Kepercayaan ini membuat agama Hindu menjadi agama yang memiliki banyak upacara ritual dan kurban yang rumit. Dalam sejarah perkembangannya, sekitar abad VI sebelum Masehi, timbul suatu gerakan yang menolak upacara-upacara dan kurban-kurban agama Hindu tersebut.[38] Perpecahan tidak bisa dihindarkan, aliran-aliran baru terbentuk, salah satunya adalah agama Buddha. Pencetus agama ini adalah seorang putra raja yang bernama Sidharta Gautama. Ia mengasingkan diri dan bertapa untuk memperoleh kebijaksanaan. Di kemudian hari, banyak orang meyakini bahwa ia telah memperoleh kebijaksanaan tersebut bahkan pencerahan, karena itu ia dianggap sebagai salah seorang titisan Buddha. Keterpecahan antara agama Buddha dan agama Hindu tidak menghapus esensi agama Hindu dalam agama Buddha, justru agama Buddha masih tetap berakar kuat dalam kepercayaan agama Hindu.[39]
Kedua agama ini menganut paham monisme yang panteistis.[40] Ada keyakinan bahwa segala sesuatu adalah Satu (Brahman), dan yang Satu itu adalah Allah. Manusia adalah bagian dari segala sesuatu, dengan demikian manusia juga bersifat ilahi. Manusia harus sadar bahwa ia memiliki kuasa ilahi tersebut, sehingga tujuan hidup manusia dapat terwujud, yakni menghilangkan kepribadian individual dan melebur ke dalam Sang Satu. Terlebur ke dalam Sang Satu berarti Nirwana. Hanya saja Sang Satu (Allah) yang dimaksud dalam kepercayaan ini bukanlah pribadi, melainkan suatu Energi Universal.[41]
Konsekuensi kepercayaan monisme yang panteistis adalah dunia materi dipandang sebagai ilusi semata. Kebebasan diperoleh bila roh manusia keluar dari tubuh yang fana. Oleh sebab itu, Manusia membutuhkan ribuan kali reinkarnasi sebelum mencapai kesadaran lebih tinggi yang diperlukan untuk mengenal keilahian dan kesatuan segala sesuatu atau Nirwana. Menghindari reinkarnasi yang terus-menerus, manusia dapat juga menuju Nirwana dengan berguru dari guru bijaksana atau Avatar, salah satunya adalah Yesus. Mereka ini makhluk yang telah mencapai nirwana, tetapi diperbolehkan berhubungan dengan dunia untuk mengajari manusia cara mempersingkat proses reinkarnasi dengan sebuah pencerahan yang istimewa.[42]
Keyakinan dan konsep-konsep agama Hindu kemudian menarik perhatian dan membangun suatu sistem yang ada dalam gerakan New Age.[43] Salah satu kepercayaan New Age adalah reinkarnasi. Kepercayaan akan reinkarnasi bisa juga ditemukan pada kepercayaan kuno Mesir, kepercayaan suku Afrika, dan pada kepercayaan penduduk asli Amerika Utara.[44] Materialisme dan Rasionalisme modern yang sebelumnya diagung-agungkan kini kurang diminati, karena orang zaman sekarang lebih menyukai mistik yang kelihatan begitu meyakinkan dan penuh kasih. Gerakan New Age sebenarnya hendak mengatakan bahwa semua keunikan individu yang ada harus dihapuskan.[45]
Kita perlu memperhatikan bahwa, reinkarnasi dalam pandangan gerakan New Age lebih dikaitkan erat dengan konsep evolusi yang menaik, yakni yang menuju keilahian. Pandangan ini bertentangan dengan konsep reinkarnasi dalam agama Hindu-Buddha. Gerakan New Age justru memandang reinkarnasi sebagai langkah maju jiwa seseorang menuju kesempurnaan. Kematian hanyalah peralihan jiwa dari tubuh yang satu ke tubuh yang lain.[46]
a.3     Filsafat Modern
Apa yang membedakan pemikiran modern[47] dengan pemikiran sebelumnya yang dapat disebut tradisional? Para ahli memahami pemikiran modern sebagai suatu pemberontakan hebat terhadap alam pemikiran tradisional abad pertengahan dan abad-abad sebelumnya, karena sangat mengandalkan metafisika atau ontologi. Pemikiran modern bertindak secara filosofis dan mendasarkan diri pada rasio. Dengan ini rasionalitas manusia menjadi otonom, sehingga berbeda dari pemahaman sebelumnya yang berdasar atas iman dan dikenal sebagai teologi.[48]
Filsafat modern mencoba untuk melepaskan diri dari kungkungan tradisi abad pertengahan dengan memunculkan paham-paham yang secara kualitatif baru. Jikalau dalam filsafat tradisional ramai dipersoalkan tantang kenyataan adikodrati dan metafisika, para filsuf modern sibuk mempersoalkan cara untuk menemukan dasar pengetahuan tersebut lewat bahasa-bahasa filosofis. Kenyataan ini menimbulkan suatu peralihan minat. Lambat laun, minat terhadap keadikodratian atau refleksi akan Allah bergesar ke refleksi atas manusia dengan segala kemampuan kodratinya, atau teosentrisme bergeser ke arah antroposentrisme. Rasio, persepsi, afeksi dan kehendak manusia menjadi tema-tema refleksi baru yang lebih diutamakan.[49]
Gerakan New Age melihat banyak peluang untuk merasionalkan paham-paham mereka lewat kehadiran filsafat modern. Pada dasarnya, filsafat modern banyak mengambil tema kepercayaan kuno, kemudian menafsirkannya secara kreatif, filosofis, dan ilmiah. Kebaruan gagasan kuno lewat tafsiran filsafat modern menimbulkan rasa tertarik bagi banyak orang untuk mengamini bahkan mengikuti gagasan tersebut. Contoh yang bisa dilihat, paham panteisme kuno memperoleh kredibilitas lewat dasar sistematis dan filosofis yang diajarkan dalam filsafat Spinoza.[50]
Idealisme Jerman juga merupakan salah satu bagian dalam filsafat modern. Tema-tema idealisme seolah menjawab kebutuhan gerakan New Age akan suatu pendasaran rasional dari kekunoan paham mereka. Georg Wilhelm Friedrich Hegel seorang filsuf idealisme banyak memberikan pengaruh yang besar.[51] Idealisme Hegel berbicara tentang Yang Absolut (das Absolute). Menurutnya Yang Absolut adalah “pikiran yang memikirkan dirinya sendiri, dengan kata lain Roh”.[52] Yang Absolut juga adalah totalitas, seluruh kenyataan. Dalam salah satu bukunya, Hegel menulis bahwa Roh sama luasnya dengan seluruh realitas.[53]Selanjutnya dalam Phanomenologie des Geites (Fenomenologi Roh), ia merumuskan bagaimana kesadaran manusia berkembang dalam proses dari tahap yang paling rendah ke tahap yang paling tinggi, layaknya dalam proses evolusi.[54]
Pemikiran Hegel pada akhirnya dilihat sangat identik dengan konsep Sang Satu dalam gerakan New Age. Gerakan ini mengadopsi paham Hegel, bahkan melangkah lebih jauh. Mereka menambah bahwa realitas dapat ditentukan oleh akal budi manusia. Kita bisa menciptakan realitas unik dari diri kita sendiri. Istilah evolusi disampaikan untuk mengungkapkan bahwa manusia menuju kesadaran lebih tinggi, bahkan Kekristenan hanyalah satu fase dari proses evolusi spiritual.[55] Bentuk radikal ekspansi paham ini adalah kegilaan pada mimpi yang marak zaman sekarang.[56]
a.4     Psikologi Modern
Psikologi modern merupakan suatu ilmu yang berbicara tentang proses mental manusia, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku; dapat juga diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang gejala-gejala dan kegiatan jiwa manusia. Psikologi modern menawarkan banyak hal yang menarik seperti jiwa yang baru, kesadaran yang baru, cara berpikir yang baru, dan pribadi yang baru. Psikologi modern menyakini bahwa, pertolongan yang dicari manusia sebenarnya sudah ada jawabannya dalam diri manusia itu sendiri, yaitu sumber pertumbuhan dan potensi yang tak terbatas yang hanya perlu dihidupkan kembali.[57]
Psikologi modern membantu manusia untuk menyingkirkan gangguan-gangguan pikiran dan kejiwaan dalam suatu permasalahan hidup. Psikologi ini juga dipergunakan untuk menerangkan pengembangan budi dalam pengalaman-pengalaman rohani, yang membawa orang kepada suatu pengalaman pemenuhan diri.[58] Teori-teori dalam psikologi modern dan praktik-praktik psikoterapis yang dikenal sebagai psikoanalitis diperkenalkan oleh seorang Yahudi bernama Sigmund Freud (1856-1939).[59] Ia melakukan berbagai riset psikoterapi. Salah satu gagasan dari hasil riset tersebut ia simpulkan:
Jiwa manusia terpengaruh oleh kekuatan bawah sadar yang haus akan kekuasaan; karena itu manusia diperintah oleh bawah sadarnya dan bukan oleh pikirannya. Manusia pada dasarnya adalah binatang yang terdorong oleh naluri yang terus-menerus bentrok dengan nilai-nilai sosial. Kepercayaan kepada Tuhan adalah gangguan jiwa, suatu ilusi yang dibutuhkan oleh yang lemah. Freud melihat agama hanya sekadar daya bertahan jiwa saja.[60]
 
Tokoh lain psikologi modern adalah Carl Jung, seorang psikiater dan filsuf yang lahir pada tahun 1875, murid Sigmund Freud. Carl Jung adalah salah seorang psikolog modern terbesar, karena pengaruhnya yang banyak dipakai dan dikembangkan para psikolog yang lain. Salah satu teorinya mengenai “bawah sadar kolektif” mengajarkan bahwa semua pengalaman manusia disimpan dan diteruskan dalam kesadaran yang dimiliki setiap orang. Ia berbeda dari gurunya yang menghina semua kepercayaan agama dan terobsesi oleh seksualitas karena pengaruh pengalaman dan kondisi lingkungan. Namun, meskipun Carl Jung mengakui nilai-nilai ajaran agama, ia tetap beralih ke aliran gnostisisme dan agama-agama Timur, bahkan ia sendiri menjadi seorang panteis yang percaya pada keyakinan-keyakinan agama berdasar pada pengalaman pribadi. Kebenaran dalam pengalaman-pengalaman pribadi inilah yang pada akhirnya menggantikan kebenaran-kebenaran objektif dalam agama.[61]
Karl Jung mengajarkan suatu pandangan yang lebih optimistis tentang manusia dan menekankan kekuatan besar jiwa manusia, berbeda dengan gurunya Freud yang justru menilai manusia sangat pesimistis. Masalahnya, gagasan-gagasan Jung juga para psikolog yang lain banyak ternoda oleh kekafiran. Kebaikan psikologi modern kemudian disalahgunakan dengan meninggalkan prinsip-prinsip yang sehat. Psikologi yang meninggalkan prinsip-prinsip yang sehat tersebut dinamakan dengan Gerakan Pengembangan Pribadi (Human Potential Movement). Gagasan-gagasan dasarnya sama dengan gerakan New Age. Maka, tidak heran jika Gerakan New Age memuji tokoh-tokoh psikolog modern, khususnya karl Jung karena ajaran-ajaran mereka dapat menjadi pendukung bagi kepercayaan gerakan New Age.[62] Salah satu dari keyakinan mereka, bahwa pengalaman-pengalaman yang dapat membangkitkan status kesadaran manusia kearah yang lebih sempurna, termasuk seks dan drugs, dipercaya dapat membawa manusia pada pencerahan.[63]
a.5     Gerakan Pengembangan Pribadi
Gerakan Pengembangan Pribadi merupakan bentuk baru dan populer dari psikologi modern yang berkembang pada tahun 1950-an dan mencapai puncaknya pada tahun 1970-an.[64] Gerakan ini memiliki bentuk-bentuk yang sangat bervariasi. Meskipun demikian, keyakinan dasar ada pada penekanan otonomi, kebaikan, dan potensi manusia. Abraham Maslow adalah seorang psikolog yang dipandang sebagai bapak Gerakan Pengembangan Pribadi. Meskipun Maslow seorang ateis, ia percaya bahwa manusia pada dasarnya bisa menjadi ilahi dengan membuka sumbat potensinya yang tersembunyi.[65]
Gagasan-gagasan Abraham Maslow termuat dalam buku Motivation and Personality yang diterbitkan tahun 1954. Ia mengangkat harkat manusia di atas binatang, dan menolak pandangan psikolog sebelumnya yang terlalu merendahkan manusia sekadar hanya bersifat hewani. Ia mengakui banyak sisi baik manusia dan mengajarkan bahwa manusia mempunyai potensi yang besar untuk berkembang dalam keutuhan, kebaikan, dan nilai-nilai. Secara implisit ia hendak mengatakan bahwa melalui kekuatan yang ada dalam diri sendiri, manusia bisa menjadi seorang manusia super dan mirip Allah.[66] Ajaran ini memberi inspirasi bagi sejumlah psikolog ternama. Ajaran tersebut berkembang menjadi psikologi humanistis. Dua prinsipnya mengatakan bahwa manusia pada dasarnya baik dan mempunyai potensi tak terbatas untuk berkembang. Psikologi humanistis menegaskan, melalui psikoterapi, manusia mampu memanfaatkan potensi tak terbatas yang ada dalam dirinya.[67]
Praktek-praktek psikologi humanistis diminati dan diikuti banyak orang. Namun, orang merasa tidak puas dengan hasil psikoterapi humanistis mereka yang tidak mencapai transendensi dan aktualisasi diri. Mereka menginginkan sesuatu yang lebih dari sekadar aktualisasi diri. Mereka ingin menjadi ilahi dan membutuhkan suatu cara yang lebih baik lagi dari psikologi humanistis. Psikologi ini pun berkembang dan diganti dengan psikologi transpersonal yang di dalamnya ditawarkan suatu metode yang cepat untuk mencapai keilahian, yakni meditasi ala Timur.[68]
Konsep utama psikologi transpersonal adalah Budi Universal atau Diri Tertinggi sebagai identitas manusia yang riil, jembatan antara Allah, Sang budi Ilahi dan kemanusiaan.[69] Dalam Journal of Transpersonal Psychology tahun 1969 dikatakan:
Transpersonal psikologi sebagai kekuatan yang berkembang yang tertarik akan kapasitas manusia yang tak terhingga, di mana kapasitas-kapasitas itu disebutkan sebagai kesadaran yang menyatu, pengalaman puncak, pengalaman mistis, aktualisasi diri, kesatuan, kesadaran kosmis, dan gejala transenden.[70]
Psikologi transpersonal telah membuka diri kepada berbagai tradisi paham kebatinan Timur yang bersifat monistis dan panteistis. Psikologi ini memasukkan praktek dan latihan-latihan kebatinan Timur seperti meditasi alam dan yoga ke dalam dirinya. Hal ini menjadi menarik karena mencoba menggabungkan antara rasionalisme Barat dengan mistisisme Timur.[71] Psikologi transpersonal sangat memperhatikan kemampuan-kemampuan manusia yang paling pokok, diantaranya kesadaran kosmis, kesadaran akan persatuan, kesatuan, dan pengalaman-pengalaman mistik. Psikologi ini pada dasarnya tidak lagi menaruh kepercayaan kepada Allah. Psikologi ini hanya melihat kemanusiaan atau humanity. Para ahli berpendapat bahwa psikologi transpersonal sebenarnya merupakan gerakan New age yang sesungguhnya.[72] 
b.Sejarah Singkat dan Tujuan Gerakan New Age
Menurut ahli-ahli astrologi, abad pisces yang dihidupi pada zaman modern akan diganti dengan abad baru (New Age) yang disebut zaman aquarius[73] pada permulaan millennium ketiga.[74] Para penganut gerakan New Age meramalkan bahwa zaman itu akan terwujud tahun 2000-an. Pendapat yang lain menyatakan zaman itu sudah datang sejak tahun 1960-an. Intinya mereka yakin bahwa seluruh kosmos sedang bergerak menuju ke arah tujuan akhir, di mana manusia akan mencapai kesempurnaan dan keilahian melalui suatu pencerahan.[75]
Gerakan New Age awalnya muncul di Amerika Serikat, di California sekitar tahun 1960-an, mulai marak dibicarakan sejak tahun 1970-1980. Gerakan ini cepat dikenal lewat berbagai media, karena pengaruh kemajuan teknologi yang sangat pesat. Gerakan ini menunjukkan suatu kerinduan manusia akan pemenuhan serta keberadaan yang sehat, maupun pemenuhan atas rasa haus akan keadilan dan kedamaian, kerinduan akan suatu spiritualitas yang mendunia di samping agama-agama partikular. Di sisi lain, Gerakan ini merupakan kebangkitan kembali secara modern kepercayaan dan tradisi-tradisi kuno, terutama yang berasal dari Timur.[76]
Jika kita hendak mengenal gerakan New Age, kita tidak dapat melepaskannya dari pengaruh paham theosofi.[77] Masyarakat teosofis didirikan oleh Helena Petrovna Blavatsky
dan Hendry Steele Olcott di New York, pada tahun 1875.[78] Di dalam masyarakat teosofis orang diajari tentang ajaran-ajaran teosofi yang sudah diyakini oleh para pendirinya. Adapun ajaran-ajaran teosofi mempunyai akar dari paham-paham mistik India kuno. Paham-paham tersebut mengilhami Blavatsky ketika ia berguru selama 7 tahun di Tibet.[79] Para ahli banyak berpendapat dan mengatakan bahwa Blavatsky adalah nenek gerakan New Age.
Masyarakat teosofis yang didirikan Blavatsky bertujuan sebagai sarana dan tempat studi perbandingan agama untuk menetapkan etika universal dan pengembangan kekuatan-kekuatan tersembunyi jiwa manusia. Ajaran mengenai masyarakat mencakup gabungan dari Buddisme esoterik dan mistisisme Hindu.[80] Pendiri gerakan ini memiliki kecendrungan mistik kuno. Ia sering bepergian ke India, Britania, dan Amerika Serikat dan menjadi sangat terlibat dengan ilmu kebatinan. Ia mengakui telah berkontak dengan mahatma. Dua buku utama yang ditulis oleh Blavatsky berjudul Isis Unveiled (1887) dan The Secret Doctrine (1888).[81]


[24] Gnostisisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu gnosis yang berarti pengetahuan. Namun, pengetahuan yang dimaksud dalam kata gnosis bukanlah seperti yang ada pada kata science atau ilmu pengetahuan, melainkan pengetahuan dalam arti pengetahuan rahasia yang menjadi suatu praksis hidup atau keutamaan hidup. Gnostisisme dapat dideskripsikan sebagai suatu ajaran religius yang menekankan paham akan keselamatan manusia dengan cara bergantung sepenuhnya pada gnosis (pengetahuan rahasia). Gnosis ada di dalam jiwa manusia yang adalah “baik”, sementara tubuh atau materi manusia menghambat manusia untuk sampai pada gnosis. Gnostisisme menyangkal eksistensi materi karena dianggap jahat dan menyengsarakan. [Lihat John A. Saliba, Understanding New Religious Movement Second Edition (Lanham - New York: Altamira Press, 2003), hlm. 48.; bdk. Eddy Kristiyanto, Selilit Sang Nabi…, hlm. 36-38.; bdk. Purwatma, M. Orientasi Baru vol. 21, Tantangan Gnostik Bagi Hidup Beriman Masa Kini (2012), hlm. 191.]
[25] Stratford Caldecott, Understanding the New Age Movement (London: Catholic Truth Society Publishers, 2006), hlm. 10.
[26] Purwatma, M. Orientasi Baru vol. 21, Tantangan Gnostik…, hlm. 191.
[27] Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan Iman…, hlm. 51-52.
[28] Eddy Kristiyanto, Selilit Sang Nabi…, hlm. 37.
[29] Purwatma, M. Orientasi Baru vol. 21, Tantangan Gnostik…, hlm. 191.
[30] Terjemahan dari, “If one has knowledge [gnosis], he is from above. If he is called, he hears, he answers, and he turns to him who is calling him and ascends to him. And he knows in what manner he is called. Having knowledge, he does the will of the one who called him, he wishes to be pleasing to him… He who is to have knowledge in this manner knows where he comes from and where he is going. He knows as one who having become drunk has turned away from his drunkenness and having returned to himself, has set right what are his own.” [Lihat Sean Martin, The Gnostics The First Christian Heretics (Harpenden, Herts: Pocket Essentials, 2006), hlm. 29.]
[31] Stratford Caldecott, Understanding the…, hlm. 10-11.; bdk. Eddy Kristiyanto, Selilit Sang Nabi…, hlm. 38.; bdk. Purwatma, M. Orientasi Baru vol. 21, Tantangan Gnostik…, hlm. 192.
[32] John A. Saliba, Understanding…, hlm. 47.
[33] Stratford Caldecott, Understanding the…, hlm. 12.
[34] John A. Saliba, Understanding New…, hlm. 47.
[35] Acta Apostolicae Sedis (AAS) Commentarium Officiale Vol LXXXVI 7 Januari 1994, hlm. 329-335.
[36] Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan Iman…, hlm. 55.
[37] A. G. Honig, Ilmu Agama (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987), hal. 124.
[38] Herlianto, Humanisme…, hlm. 51, 55.
[39] Herlianto, Humanisme…, hlm. 58-59.
[40] Kata monisme berasal dari bahasa Yunani monos yang berarti satu. Istilah ini dipakai untuk menggambarkan bahwa segala sesuatu adalah satu. Segala makhluk dan alam saling berhubungan dan berkaitan, antara manusia, hewan, benda, maupun allah. Perbedaan yang ada hanya dalam taraf permukaan (bentuk), tetapi perbedaan itu tidak riil. Panteisme berasal dari kata Yunani pan berarti semua, dan theos berarti allah. Panteisme berarti kepercayaan bahwa segala sesuatu adalah allah. Keyakinan ini berasal dari paham tentang monisme. Jika segala sesuatu adalah satu (termasuk allah), maka di satu sisi segala sesuatu adalah allah. Semua ciptaan mengambil bagian dalam hakekat ilahi. Dengan demikian tidak ada lagi tempat bagi Allah sebagai yang berdiri sendiri sebagaimana dipahami di dalam theisme klasik. [Lihat Seri Dokmen Gerejawi No. 66., Yesus Kristus…, hlm. 97.]
[41] Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan Iman…, hlm. 55.
[42] Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan Iman…, hlm. 56.
[43] Michael York, Historical Dictionary…, hlm. 64.
[44] John A. Saliba, Understanding…, hlm. 45.
[45] Gene Edward Veith, Dengan segenap akal budi (judul asli: loving God with all your mind: how to survive and prosper as a Christian in higher education and post-Christian culture) diterjemahkan oleh Lisda Tirtapraja Gamadhi (Jakarta: Gunung Mulia, 2003), hlm. 108-109.
[47] Istilah modern berasal dari bahasa Latin “moderna” yang artinya “sekarang”, “baru”, “saat kini”. Banyak ahli sejarah menyepakati bahwa zaman modern lahir abad XV di Eropa. Alasannya, pada zaman itu kesadaran akan kekinian muncul, bukan berarti bahwa sebelumnya orang tidak hidup di masa kini. lebih tepat jika dikatakan, sebelumnya orang kurang menyadari bahwa manusia bisa mengadakan perubahan-perubahan secara kualitatif baru atau modern. Istilah modern bukan hanya merujuk pada periode, melainkan juga pada bentuk kesadaran yang terkait dengan kebaruan. Karena itu, istilah perubahan, kemajuan, revolusi, pertumbuhan adalah istilah-istilah kunci kesadaran modern. [Lihat F. Budi Hardiman, Filsafat Modern dari Machiavelli Sampai Nietzsche (Jakarta: gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm. 2-3.]
[48] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern…, hlm. 6.
[49] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern…, hlm. 7.
[50] Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan Iman…, hlm. 58.
[51] Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan Iman…, hlm. 59.
[52] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern…, hlm. 178.
[53] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern…, hlm. 180.
[54] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern…, hlm. 182.
[55] Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan Iman…, hlm. 60.
[56] Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan Iman…, hlm. 59.
[57] Herlianto, Humanisme…, hlm. 111.
[58] Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan Iman…, hlm. 59.
[59] Rom Harre dan Roger Lamb, ed., Ensiklopedi Psikologi Pembahasan dan Evaluasi Lengkap Berbagai Topik, Teori, Riset, dan Penemuan Baru dalam Ilmu Psikologi (judul asli: The Dictionary of personality and Social Psychology) diterjemahkan oleh Ediati Kamil, (Jakarta: Arcan, 1996), hlm. 115.
[60] Herlianto, Humanisme…, hlm. 111.
[61] Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan Iman…, hlm. 61.
[62] Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan Iman…, hlm. 61.
[64] Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan Iman…, hlm. 60.
[65] Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan Iman…, hlm. 62.
[66] Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan Iman…, hlm. 62.
[67] Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan Iman…, hlm. 63.
[68] Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan Iman…, hlm. 64.
[70] Herlianto, Humanisme…, hlm. 114.
[71] Herlianto, Humanisme…, hlm. 114.
[72] Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan Iman…, hlm. 64.
[73] Zaman aquarius merupakan suatu identifikasi ilmu astrologi yang mengemukakan bahwa setiap zaman astrologis terdiri dari sekitar 2146 tahun dan dinamai menurut satu dari tanda-tanda rasi bintang (zodiak). Zaman aquarius akan menggantikan zaman pisces yang dinominasi oleh Kekristenan. Masing-masing zaman memiliki energi kosmiknya tersendiri; energi dalam pisces telah membuatnya menjadi zaman peperangan dan konflik, sementara zaman aquarius telah ditetapkan untuk menjadi zaman keharmonisan, keadilan, kedamaian, kesatuan, dll. [Lihat Michael York, Historical Dictionary…, hlm. 14-15.; bdk. Seri Dokmen Gerejawi No. 66., Yesus Kristus…, hlm. 86.]
[75] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di dalam dan Sekitar Gereja (Jakarta: Gunung Mulia, 2008), hlm 426-436.
[77] Theosofy berasal dari bahasa Yunani theos (ilahi) dan sophia (kebijaksanaan), berarti “kebijaksanaan Allah”. Istilah ini menyarankan suatu pengetahuan mistik akan yang ilahi. The Theosophical Society yang didirikan Helena Petrovna Blavatsky memberi penekanan baru. Mistisisme theosofis cenderung bersifat monistis, dengan penekanan pada keatuan hakiki dari komponen-komponen spiritual dan material dari alam semesta. Ia juga mencari kekuatan-kekuatan tersembunyi yang menyebabkan terjadinya interaksi antara materi dan roh, sedemikian rupa sehingga yang insani dan yang ilahi dapat bertemu. [Lihat Seri Dokmen Gerejawi No. 66., Yesus Kristus…, hlm. 99.]
[78] Linda Smith dan William Raeper, Ide-Ide Filsafat…, hlm. 252.; bdk. Michael York, Historical Dictionary…, hlm. xix.
[79] Herlianto, Humanisme…, hlm. 142.
[80] Linda Smith dan William Raeper, Ide-Ide Filsafat…, hlm. 252.
[81] Michael York, Historical Dictionary…, hlm. 36-37.
[90] Wouter J. Hanegraaff, New Age Religion and Western Culture Esotericism in The Mirror of Secular Thought (Leiden-NewYork-Koln: Brill, 1996), hlm. 183.
[91] Wouter J. Hanegraaff, New Age Religion…, hlm. 184.