Gerakan Zaman Baru (New Age)

Manusia senantiasa mencari jawaban akan misteri Allah yang menjadi asal serta tujuan hidup. Ajaran dalam agama-agama umumnya diyakini dapat menjawab atau memberikan pemahaman yang memadai akan misteri Allah tersebut, juga misteri dalam diri manusia sendiri.[1] Kenyataan ini menimbulkan banyak paham tentang Allah maupun tentang manusia yang ditawarkan untuk memenuhi dimensi spiritual manusia. Fakta menampilkan bahwa ajaran-ajaran tentang misteri Allah yang diwartakan kerap kali justru saling bertentangan antara ajaran yang satu dengan yang lain.[2]
Kekristenan merupakan salah satu agama yang berusaha memberikan pencerahan atas kehausan spiritual manusia akan misteri Allah dan manusia, lewat iman akan Yesus Kristus sebagai Jalan, Kebenaran, dan Hidup. Namun, ajaran iman akan Yesus sebagai Kristus tidak diterima oleh semua agama. Sejak awal, Gereja senantiasa diwarnai dengan berbagai macam pertentangan baik yang berasal dari luar Gereja berupa ajaran-ajaran kepercayaan lain, dan juga dari dalam tubuh Gereja berupa ajaran-ajaran sesat.[3] Layaknya selilit (sisa-sisa makanan yang menempel di celah gigi yang harus dikeluarkan), Gereja mengalami bahwa tantangan tersebut mengganggu keotentikan dan kemurnian ajaran iman Gereja, sehingga perlu dibela, diangkat, dan dibersihkan.[4]
Dewasa ini, muncul satu gerakan yang kembali menyoroti tentang misteri Allah dan manusia, juga termasuk hubungannya dengan alam semesta. Mereka menamai dirinya dengan istilah Gerakan Zaman Baru atau New Age Movement.[5] Mereka mengajarkan bahwa, Allah bukanlah bersifat personal, melainkan suatu energi universal yang menjadi jiwa seluruh alam semesta atau makro kosmos. Manusia sebagai bagian dari makro kosmos tersebut juga memiliki keilahian dalam dirinya. Keilahian tidak otomatis tampak dan disadari dalam diri manusia, karena manusia dibatasi oleh daging atau materi. Oleh sebab itu manusia membutuhkan gnosis (pengetahuan khusus) dan kesadaran yang lebih tinggi untuk memahami keilahian tersebut. Hal ini bisa dicapai melalui latihan-latihan teknik kesadaran, meditasi alam, dan terapi psikologis, yang kebanyakan dapat diadopsi dan ditiru dari kepercayaan agama-agama Timur. Hanya dengan demikian, manusia dapat sampai pada pengetahuan tertinggi, yakni kesadaran akan keuniversalan segala sesuatu dalam suatu pencerahan, seperti contoh yang telah ditampakkan oleh Yesus dan Buddha, serta tokoh-tokoh historis lainnya. Apabila manusia belum sampai pada pencerahan, manusia akan tetap berproses menuju pencerahan tersebut melalui reinkarnasi.
Gerakan New Age secara cepat dan aktif berkembang menjadi sebuah kebudayaan global yang hangat dibicarakan hampir di seluruh dunia. Disadari atau tidak, melalui banyak sarana dan media, gerakan ini menyebar dan masuk ke dalam banyak aliran kepercayaan yang pada akhirnya merancukan kepercayaan tersebut, tidak terkecuali dalam tubuh Gereja sendiri.[6] Gereja melihat gerakan ini dapat menimbulkan suatu sinkretisme dalam iman Gereja. Salah satu pengaruh negatif gerakan ini dapat diamati berdasarkan hasil jajak pendapat tentang kepercayaan pada reinkarnasi yang dilakukan di Amerika Serikat.[7] Jajak pendapat itu menunjukkan bahwa seperempat orang Kristen di Amerika Serikat percaya pada reinkarnasi.[8] Selanjutnya, hasil survei penduduk pada tahun 1990 menyatakan bahwa, satu dari tiga orang di Inggris percaya pada reinkarnasi. Hasil ini disimpulkan naik 18% dari tahun 1968 dan diperkirakan akan semakin naik pada tahun-tahun yang akan datang.[9]
Kenyataan di atas sangat mempengaruhi Gereja yang mengimani inkarnasi Allah dalam diri Putra-Nya Yesus Kristus. Gereja berefleksi atas situasi tersebut dan berusaha untuk mengambil solusi yang sepantasnya. Gereja harus menjaga kemurnian dan keotentikan ajaran iman dengan tetap berpegang pada tradisi dan pemikiran para Bapa Gereja pada masa awal.[10] Gereja juga harus melindungi umat dari pelbagai ajaran atau paham teologis yang dipandang dapat membahayakan kesatuan iman.[11] Memang, Gereja mengakui bahwa gerakan New Age juga memiliki kebenaran dan kebaikan,[12] namun kebanyakan konsep pemikiran dan ajaran mereka, salah satunya tentang reinkarnasi, tidak sesuai dengan keyakinan iman Gereja. Gereja mengawaskan pengaruh besar gerakan ini yang bersifat negatif dan menyatakan bahwa iman yang benar akan Yesus Kristus haruslah tetap dipegang teguh. Rasul Petrus dalam suratnya yang pertama menasihati umat Allah dengan berkata:
Siapsedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggung-jawaban kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggung-jawaban dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah-lembut dan hormat, dan dengan hati nurani yang murni.[13]
Salah satu tindakan yang diambil oleh Gereja dalam menjelaskan letak perbedaan ajaran iman Gereja dengan konsep-konsep pemahaman gerakan New Age ialah dengan menerbitkan sebuah dokumen Gerejawi yang berjudul Yesus Kristus Pembawa Air Hidup, Sebuah Refleksi Kristiani Tentang New Age. Dokumen ini memuat sejarah, tujuan, maupun ajaran-ajaran keyakinan gerakan New Age secara umum. Kemudian Gereja menyampaikan refleksinya dengan berfokus pada Yesus Kristus sebagai Pembawa Air Hidup. Dokumen ini merupakan hasil permenungan dari pelbagai dikasteri Takhta Suci yang bertujuan untuk menyatakan keberbedaan kepercayaan gerakan New Age dengan iman Kristiani, ditujukan terutama kepada mereka yang terlibat aktif dalam karya-karya pastoral. Mereka diharapkan mengetahui secara jelas konsep pemikiran dan ajaran gerakan New Age, sehingga mampu memberikan keterangan yang baik bagaimana sebenarnya gerakan ini berbeda dengan iman kepercayaan Kristiani.[14]
Berdasarkan keprihatinan Gereja akan pengaruh-pengaruh negatif keyakinan gerakan New Age terhadap iman Gereja, sebagaimana pengaruh paham reinkarnasi yang sepertinya sudah menjadi kebenaran umum di Barat, penulis tertarik untuk mendalaminya lebih lanjut. Penulis hendak melihat bagaimana sebenarnya pandangan Gereja terhadap pemahaman gerakan New Age, secara khusus tentang misteri Allah, sesuai dengan penjelasan dalam dokumen Gerejawi no. 66., Yesus Kristus Pembawa Air Hidup, Sebuah Refleksi Kristiani tentang New Age. Bagaimana Gereja memberi alasan untuk menolak pemahaman yang mereka tawarkan?
2.       Perumusan dan Pembatasan Tema
Krisis kepercayaan terhadap agama-agama, khususnya agama wahyu, melanda dunia pada zaman modern. Krisis kepercayaan ini terjadi karena berita damai, keadilan, sukacita, maupun keselamatan yang diwartakan agama-agama wahyu dirasa tidak dapat lagi dibuktikan secara nyata. Revolusi industri telah memandang manusia hanya sebagai objek dalam industry, bahkan seperti robot-robot pekerja. Paham humanisme seolah menuntun manusia pada suatu kebudayaan raksasa, sehingga mengerdilkan jejak-jejak kebudayaan setempat dan tradisi-tradisi kuno.[15] Kekejaman-kekejaman dunia seperti bom atom, terorisme, kamp konsentrasi, genosida, bahkan perang dunia I dan II telah melukai kepercayaan manusia atas Allah yang maha adil, pengasih, penyayang, dan penyelamat.[16] Sejarah baru manusia zaman modern ini menciptakan suatu revolusi atas paham tentang Allah juga tentang manusia. Kebudayaan-kebudayaan agamis yang sudah dipegang dan diyakini sejak lama, perlahan-lahan dilupakan. Agama direlatifkan dengan mengungkapkan bahwa semua agama pada dasarnya sama.[17]
Pada zaman modern manusia diletakkan menjadi pusat yang sangat berpengaruh dan menentukan keadaan dunia, sedangkan otoritas Allah semakin dipersempit bahkan dihilangkan. Dengan pemahaman negatif ini, peranan Allah menjadi dipersempit, sehingga mengakibatkan manusia kurang mengalami Allah dalam pengalaman-pengalaman hidup. Allah semakin dijauhkan dari hidup dan spiritualitas manusia zaman modern. Kenyataan ini secara perlahan kembali menimbulkan kekosongan batin yang mendalam pada manusia.[18] Kehausan dan pencarian akan misteri Allah kembali dirasakan sebagai sesuatu yang perlu oleh manusia. Situasi demikian banyak membuka jalan bagi terbentuknya Gerakan New Age. Mereka menyadari pentingnya dimensi spiritual manusia dan integrasinya dengan segenap kehidupan, pencarian makna hidup, hubungan antara manusia dengan ciptaan lain, kerinduan untuk transformasi personal dan sosial, dan penolakan atas kemanusiaan yang serba rasional dan materialistik.[19]
Gerakan New Age dimulai di negara-negara Barat, khususnya Amerika Utara dan Eropa Barat.[20] Mereka mencoba mengisi kekosongan spiritual manusia akibat pengaruh-pengaruh negatif zaman modern dengan memperkenalkan kembali ajaran-ajaran kuno dalam bentuk dan makna yang lebih baru.[21] Mereka banyak mengadopsi paham-paham kebudayaan Timur, kemudian menjelaskan paham tersebut dengan bahasa yang filosofis dan ilmiah. Karena pengaruh sistem telekomunikasi yang semakin canggih, paham-paham kebudayaan Timur tersebut dengan cepat menyebar melalui banyak sarana seperti musik, film, seminar-seminar, lokakarya, ret-ret, dan acara-acara penyembuhan.[22] Gerakan New Age bukanlah sebuah agama atau sekte baru, sebab mereka justru menantikan suatu kesatuan universal agama-agama dengan mengklaim bahwa agama sesungguhnya yang masih belum disadari manusia adalah kebenaran.
Ajaran-ajaran dalam gerakan New Age yang tidak sesuai dengan iman kepercayaan tentu menjadi suatu tantangan bagi Gereja. Dalam pertemuan adlimina pada sekelompok Uskup Amerika Serikat, Almarhum Paus Yohanes Paulus II mengungkapkan bahwa para gembala Gereja hendaknya dengan tulus bertanya dalam hatinya, apakah mereka sungguh-sungguh sudah menaruh perhatian yang cukup bagi kehausan hati manusia akan “air hidup” yang sejati, yang hanya dapat diberikan oleh Kristus sendiri.[23] Dari pertemuan ini, Gereja hendak berefleksi atas pelayanannya kepada umat Allah, berusaha untuk mengevaluasi ajaran-ajaran gerakan New Age, dan menerangkan inti iman kepercayaan Gereja.
Skripsi ini tidak dimaksudkan untuk memberikan jawaban lengkap atas seluruh pertanyaan mengenai kehadiran Gerakan Zaman Baru atau New Age berikut ajaran-ajaran mereka. Pembahasan akan dibatasi dan difokuskan pada refleksi kritis gerejawi terhadap pemahaman gerakan tersebut akan misterisitas Allah, berdasarkan dokumen Gerejawi. Sesuai dengan perumusan dan pembatasan tema di atas, maka penulis memberi judul skripsi ini, REFLEKSI KRITIS GEREJA TERHADAP KONSEP ALLAH DALAM KEPERCAYAAN GERAKAN NEW AGE, Uraian Deskriptif Atas Pandangan Gereja Terhadap New Age Menurut Dokumen Gerejawi No. 66. Yesus Kristus Pembawa Air Hidup.
3.       Tujuan dan Kegunaan Penulisan
Penulisan skripsi ini memiliki beberapa tujuan.Pertama, untuk memenuhi persyaratan tugas akademik program Strata Satu (S-1) Jurusan Filsafat pada Fakultas Filsafat Universitas Katolik St. Thomas Sumatera Utara. Kedua, untuk mempelajari refleksi Kristiani tentang paham akan Allah dalam gerakan New Age sesuai dengan Dokumen Gerejawi No. 66, Yesus Kristus Pembawa Air Hidup. Ketiga, kiranya tulisan ini memberikan manfaat bagi penulis juga kepada pembaca akan pentingnya membela ajaran teologis Kristiani tentang Allah dari paham gerakan New Age dalam perjalanan hidup dan karya-karya pastoral.
4.       Metode Penelitian dan Penulisan
Skripsi ini disusun dengan menggunakan metode kepustakaan (Library Research). Melalui metode ini penulis berusaha mengumpulkan dan membaca berbagai buku sumber, khususnya dokumen-dokumen Gerejawi yang membahas tentang tema yang hendak dibahas. Kemudian, penulis mengolah bahan-bahan tersebut dan memaparkan kembali dengan menggunakan metode deskriptif.
5.       Sistematika Penyajian
Pemaparan skripsi ini disusun dengan kerangka sebagai berikut. Sebelum bab pertama, penulis menyajikan kata pengantar, abstarksi, dan daftar isi. Kemudian penulis membagi skripsi dalam empat bab.
Bab I merupakan pendahuluan. Pada bab ini penulis menyampaikan latar belakang pemilihan tema, perumusan dan pembatasan tema, tujuan penulisan, metode penelitian dan penulisan, serta sistematika penyajian.
Bab II berisi tentang pemicu-pemicu, sejarah perkembangan, dan ajaran-ajaran yang umum dalam gerakan New Age secara singkat. Kemudian penulis memaparkan tentang latarbelakang penulisan dokumen dan isi ringkas dari dokumen tersebut.
Bab III merupakan bagian inti dari skripsi ini. Penulis akan memaparkan konsep Allah dalam ajaran kepercayaan gerakan New Age. Kemudian penulis memaparkan konsep Allah dalam iman kepercayaan Gereja, menggambarkan perbedaan mendasar konsep Allah antara ajaran iman Gereja dengan kepercayaan New Age yang dijelaskan berdasarkan dokumen gerejawi no. 66., dan memaparkan refleksi kritis Gereja yakni, Yesus Kristus Pembawa Air Hidup.
Bab IV penulis merumuskan rangkuman umum dan refleksi kritis penulis atas pengaruh gerakan New Age dalam dunia kekristenan.


[1] Yohanes Paulus II, Melintasi Ambang Pintu Harapan (judul asli: Crossing The Threshold Of Hope), diterjemahkan oleh Penerbit Obor (Jakarta: Penerbit Obor, 1995), hlm. 99-100.
[2] Harun Hadiwijono, Teologi Reformatoris Abad Ke-20 (Jakarta: Gunung Mulia, 2004), hlm. 21.
[3] Herlianto, Humanisme dan Gerakan Zaman Baru (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1996), hlm. 3.
[4] Eddy Kristiyanto, Selilit Sang Nabi Bisik-Bisik Tentang Aliran Sesat (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm. 8.
[5] Istilah Gerakan Zaman Baru atau New Age Movement diturunkan dari ilmu astrologi (ilmu ramalan dalam tata perbintangan) yang menunjuk pada suatu peralihan zaman ke zaman baru, yang disebut zaman aquarius. Gerakan New Age mendasarkan kepercayaan mereka dengan menggabungkan ajaran-ajaran, baik dari Barat, terutama yang berasal dari Timur seperti monisme, panteisme, reinkarnasi, meditasi alam, nirwana, astrologi, gnostisisme, dan lain lain, kemudian menyimpulkan dan memberikan suatu arti yang baru. [Linda Smith dan William Raeper, Ide-Ide Filsafat dan Agama Dulu dan Sekarang (judul asli: A Beginner’s Guide To Ideas), diterjemahkan oleh P. Hardono Hadi (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hlm. 246.; bdk. Herlianto, Humanisme…, hlm. 37-38.]
[6] Linda Smith dan William Raeper, Ide-Ide Filsafat…, hlm. 246-247.
[7] Reinkarnasi merupakan sebuah ajaran yang meyakini bahwa jiwa seseorang akan kembali dan tinggal dalam bentuk tubuh yang lain setelah mati berdasarkan hukum kausalitas (sebab akibat).
[8] Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan Iman Katolik 2: Menjawab Serangan Kaum Ateis dan New Age (judul asli: Beginning Apologetics 4, How To Answer Atheists And New Agers), diterjemahkan oleh Petrus D. Widharsana (Jakarta: Fidei Press, 2011), hlm. 48.
[9] Stratford Caldecott, Understanding the New Age Movement (London: Catholic Truth Society, 2006), hlm. 5.
[10] Yohanes Paulus II, Melintasi Ambang…, hlm. 99.
[11] Eddy Kristiyanto. Selilit Sang Nabi..., hlm. 168.
[12] Gereja Katolik tidak menolak apa pun, yang dalam agama-agama itu serba benar dan suci. Dengan sikap hormat yang tulus, Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar kebenaran, yang menerangi semua orang. Namun, Gereja tiada hentinya mewartakan dan wajib mewartakan Kristus, yakni “jalan, kebenaran, dan hidup” (Yoh 14:6); dalam Dia manusia menemukan kepenuhan hidup keagamaan, dalam Dia pula Allah mendamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya. Konsili Vatikan II, “Pernyataan tentang Hubungan Gereja dengan Agama-Agama Bukan Kristen”, dalam Dokumen Konsili Vatikan II, diterjemahkan oleh R. Hardawiryana (Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI – Obor, 1993),  no. 2.
[13] 1 Ptr 3: 15
[14] Seri Dokumen Gerejawi No. 66., Yesus Kristus Pembawa Air Hidup Sebuah Refleksi Kristiani Tentang New Age  (judul asli: Jesus Christ, The Bearer Of The Water Of Life, A Christian Reflection On The New Age), diterjemahkan oleh R. P. G. Widyo Soewondo (Jakarta: Departemen Komunikasi Dan Penerangan KWI-Bogor, 2005), hlm. 9.
[15] Tim Balitbang PGI, Meretas Jalan Teologi Agama-Agama di Indonesia (Jakarta: Gunung Mulia, 2007), hlm. 56-57.
[16] Adolf Heuken, Ensiklopedi Gereja 6 (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 2005), hlm. 32.
[17] Herlianto, Humanisme …, hlm. 10.
[18] Seri Dokmen Gerejawi No. 66., Yesus Kristus…, hlm. 10.
[19] Seri Dokmen Gerejawi No. 66., Yesus Kristus…, hlm. 7.
[20] Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan Iman…, hlm. 47.
[21] Herlianto, Humanisme …, hlm. 163.
[22] Seri Dokmen Gerejawi No. 66., Yesus Kristus…, hlm. 17.
[23] Acta Apostolicae Sedis (AAS) Commentarium Officiale Vol. LXXXVI, Vatikan. hlm. 329-330.