Pendidikan
informal adalah pendidikan yang lepas bebas dari lembaga resmi atau pemerintah.
Pendidikan informal dapat menjadi solusi bagi anak-anak yang tidak dapat
menyalurkan daya intelektualnya karena masalah ekonomi dalam keluarga. Kendati
zaman sekarang sekolah itu gratis, tetap saja ada orang tua yang tidak
mengizinkan anaknya sekolah. Anak dipaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhan
primer dalam keluarga. Orangtua berpendapat bahwa waktu anak lebih baik
digunakan untuk bekerja yang dapat menghasilkan sesuatu (uang) dibandingkan duduk di
bangku sekolah yang tidak menghasilkan sesuatu. Banyak orangtua belum sungguh memahami bahwa pendidikan adalah
investasi yang paling besar untuk masa depan.
Mari kita melihat
pentingnya peranan seorang (guru) dalam pendidikan informal, dengan harapan supaya
setiap anak didik memiliki kemampuan dasar, layaknya pendidikan formal.
1. Dinamika Proses Belajar dan
Mengajar bagi Pendidikan Informal
1.1 Prinsip-Prinsip Dasar
Peran guru adalah mengajar anak
didik. Anak didik merupakan subjek dari pendidikan. Esensi pendidikan merupakan
sarana substansial untuk melepaskan komunitas-komunitas basis masyarakat dari cengkraman
sistem pemiskinan, kekerasan politik negara dan rezim pasar bebas. Basis dari
pendidikan informal mempunyai porsi tersendiri. Porsi ini hendaknya disadari
oleh seorang guru yang bergerak di bidang pendidikan informal.[2]
Porsi bagi anak-anak marginal
hendaknya dipahami dengan baik oleh guru yang bergerak di bidang pendidikan
informal. Porsi ini tertuang dalam prinsip-prinsip dasar, yaitu;
- Hidup adalah rahmat. Pendidikan informal hendaknya membuka mata anak-anak marginal untuk menjadi manusia yang merdeka serta yakin akan eksistensinya sebagai rahmat Allah.
- Alam adalah sahabat. Anak-anak marginal mengenal, menerima alam sebagai rahmat Tuhan, karena alam menyadarkan mereka terhadap adanya hubungan timbal balik antara alam dan manusia.
- Setiap tempat adalah sekolah. Prinsip ini lahir dari keterbatasan ruang dan waktu bagi pendidikan informal. Kendati demikian anak-anak marginal tidak terpaku pada ruang kelas. Setiap tempat yang layak, dapat dijadikan sekolah dan setiap orang yang dapat membagikan ilmunya secara baik dapat disebut sebagai guru.
- Aku ingin tahu dan aku penasaran. Pada umumnya rasa ingin tahu semua anak, tidak terkecuali anak-anak marginal, sangatlah besar. Pada kenyataan, tendensi rasa ingin tahu anak-anak selalu dikekang dengan berbagai alasan-alasan sepihak. Pada tahap ini kita berusaha untuk memberikan ruang yang lebar bagi anak untuk mengeksplorasi diri.
- Harga diri seorang anak. Anak-anak marginal kerap kali menjadi objek dari pelangaran hak-hak anak. Pada tahap ini kita dapat melakukan pendampingan. Kehadiran kita tidak hanya semata-mata dalam mentransfer ilmu saja melainkan ikut menyelami hidup keseharian mereka. Kehadiran kita diharapkan dapat menumbuhkan nilai positif.[3]
1.2 Metode mengajar yang
efektif untuk anak-anak informal[4]
Ada beberapa metode mengajar yang
efektif untuk para murid yang notabene anak-anak marginal dalam pendidikan
informal, yaitu:
- Mengenali dan mempelajari alam, benda, dan kehidupan yang ada di lingkungan sekitar para murid tinggal. Kegiatan ini membutuhkan persiapan secara sunguh-sunguh sebelum terjun ke lapangan.
- Membentuk kelompok bermain. Permainan yang ditampilkan hendaknya mengarah pada perkembangan motorik para murid.
- Mengajar dengan terjun langsung untuk praktik di lapangan. Hal ini kiranya dapat membantu para murid untuk mengerti dengan jelas apa yang telah diajarkan. Metode ini akan membuka pikiran para murid untuk mengetahui secara lebih mendalam.
- Mengajar dengan peran sebagai fasilitator dan bersikap demokratis. Dengan mengenakan peranan ini para murid akan menjadi lebih kreatif dalam berpikir, berakhlak, cerdik, pandai dan bijak bestari.
- Membentuk kelompok diskusi. Kegiatan ini membantu para murid untuk bersifat kritis.
- Memberikan kegiatan atau pengajaran yang dapat mengembangkan bakat para murid baik itu menggambar, melukis, menari, bernyanyi dsb. Namun untuk lebih memotivasi mereka untuk berkembang lagi, dapat dilakukan dengan cara membuat pameran, tentang apa yang telah mereka kerjakan.
1.3 Panorama Realitas
Kurangnya fasilitas belajar sangat
berpengaruh bagi pendidikan anak. Anak-anak marginal dituntut untuk membantu orang
tua mereka bekerja guna memenuhi kebutuhan primer dan mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Dalam studi lapangan, pendidikan informal (Sandi Kelana) mempunyai tujuan untuk
membantu anak-anak dari umur 5-13 tahun dalam mengerjakan tugas-tugas di
sekolah, mengajarkan budi pekerti yang baik dan melatih mereka membuat kerajian
tangan.
Kendala yang dihadapi adalah
kurangnya minat anak untuk datang dan belajar. Mereka lebih senang bermain dan
hanya sekedar datang saja tanpa ada tujuan untuk belajar. Ada beberapa orangtua
yang tidak mengizinkan anaknya mengikuti pembelajaran di Sandi Kelana karena
tidak menghasilkan uang. Kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan dari
orangtua sangat mempengaruhi perkembangan pribadi anak.
Pendidikan sangatlah penting bagi
kehidupan masa depan. Perhatian dan bimbingan dari guru dapat membantu
perkembangan anak-anak marginal. Adanya fasilitas yang memadai memudahkan anak-anak
didik untuk belajar. Anak-anak marginal sangat membutuhkan perhatian dan
bimbingan secara khusus dari orangtua dan guru. Perlu ada kesadaran bahwa
pengetahuan harus disajikan kepada anak sedemikian rupa sehingga mereka
tertarik dan disesuaikan dengan perhatian, kemampuan serta kecakapan mereka.[5]
Lingkungan tempat tinggal mereka
dapat membentuk pribadi anak itu sendiri. Lingkungan mempunyai andil yang
sangat besar dalam perkembangan pribadi anak. Anak-anak dari keluarga ekonomi
menengah kebawah lebih sedikit mempunyai waktu untuk mengembangkan diri karena
mereka dituntut untuk bekerja. Pendidikan informal (di luar sekolah) sangat
membantu anak dalam mengembangkan kreatifitas dan intlektual. Anak-anak lebih rileks ketika mereka
belajar di luar sekolah. Mereka cenderung lebih berani untuk mengembangkan
kemampuan mereka. Banyak cara dapat dilakukan untuk membantu perkembangan anak
didik. Salah satunya adalah mengikuti pendidikan informal.
1.4 Perspektif Realitas
Ide hanyalah sebuah ide jika tidak
dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. Berbagai macam metode yang ditelurkan
melalui ide akan terasa bermanfaat apabila dapat diterapkan terhadap kenyataan.
Metode dapat membantu kinerja, agar sasaran dan tujuan jelas, sehingga dapat
selalu mengevaluasi metode demi perkembangan metode itu sendiri.
Dalam dunia pendidikan metode
amatlah penting. Tujuan yang baik tetapi metode yang salah dapat menyebabkan
tujuan semakin menjauh. Hal yang terpenting adalah mengenali anak-anak didik
agar metode tepat sasaran.[6]
Masa anak-anak adalah masa awal dari
pembentukan diri. Masa anak-anak merupakan fondasi awal bagi masa pertumbuhan
lainnya. Berangkat dari pentingnya masa anak-anak maka pendidikan mempunyai
peranan yang amat penting. Secara formal pendidik adalah guru-guru, orangtua,
pemimpin masyarakat, karena merujuk fungsinya sebagai pendidik.[7]
Seorang guru harus memperhatikan
kepribadian anak-anak didik sebagai bentuk kontrol sosial sekaligus pengenalan
kepribadian. Anak-anak didik yang merupakan anak-anak marginal, juga membutuhkan
perhatian khusus sama seperti anak-anak pada umumnya. Prinsip dasar yang
ditawarkan dapat menjadi acuan agar mampu mempertahankan antusias anak-anak
didik, yang merupakan anak-anak marginal, dalam belajar pada level tertentu.
Menjadi seorang guru yang efektif
bagi anak-anak marginal dalam pendidikan informal bukanlah suatu pekerjaan yang
mudah. Terkadang cara guru mengajar mengakibatkan para murid asyik bermain
sendiri ataupun mengantuk ketika para guru menerangkan pelajaran. Alhasil para
murid tidak tahu apa-apa karena memang mereka tidak dapat menangkap pelajaran
yang telah dijelaskan oleh gurunya. Permasalahan ini menjadi cambuk bagi para
guru.
Dengan menciptakan suasana yang baru
tentu akan merangsang antusiasisme para murid di dalam dinamika proses belajar
dan mengajar. Semangat dan keingintahuan akan pelajaran senantiasa terpelihara
untuk menyertai proses belajar dan mengajar tersebut. Metode seperti ini tentu
akan membantu para murid untuk lebih berkembang.
Kesimpulan
Semua anak berhak mendapatkan pendidikan. Tidak terkecuali bagi
anak-anak marginal yang termasuk dalam angkatan pejuang masa depan. Mereka
adalah generasi penerus bangsa dan ditangan merekalah negara nantinya akan
dipimpin. Dengan demikan pembinaan yang efektif menjadi misi yang besar bagi
para guru. Hal ini perlu diperhatikan, diamati dan dikembangkan oleh para guru
dan pendidik.[8]
Guru menjadi garda terdepan bagi anak didik,
khususnya anak-anak marginal. Seorang guru diharapkan supaya menjadi seorang
yang arif dan bijiksana. Arif dan bijaksana tercermin dari keputusan guru dalam
menerapkan metode yang tepat sasaran, khususnya bagi anak-anak marginal. Metode yang ditawarkan oleh kelompok, kiranya tepat sasaran dengan
memperhatikan prinsip dasar yang mewakili latarbelakang dari anak-anak marginal.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca yang mau mengabdikan
diri bagi pendidikan informal yang diperuntukan bagi anak-anak marginal, agar
proses belajar maupun mengajar dapat berjalan secara efektif.
Daftar Pustaka
Darminta, J. Praksis Pendidikan Nilai. Yogyakarta: Kanisius, 2006.
Marimis, Piet .G, W.F. Pendidikan Nilai di Sekolah Katolik.[tanpa tempat]: Dioma, 1990.
Mutiara, Nashir Ali. Dasar-Dasar Ilmu Mendidik. Jakarta:[tanpa penerbit], 1982.
Sumardi, I. Sandyawan. Melawan Stigma melalui Pendidikan Alternatif . Jakarta: Grasindo,
2006.
Vaizey, John. Pendidikan di Dunia Modern. Jakarta: PT Binaprinindo Aksara, 1987.
[1] Piet .G, W.F. Marimis, Pendidikan
Nilai di Sekolah Katolik,([tanpa tempat]: Dioma, 1990), hlm. 34.
[2] I. Sandyawan Sumardi, Melawan
Stigma melalui Pendidikan Alternatif (Jakarta: Grasindo, 2006), hlm. 2.
[3] I. Sandyawan Sumardi, Melawan...,
hlm. 76-69.
[4] I. Sandyawan Sumardi, Melawan..., hlm. 96.
[5] John Vaizey, Pendidikan di Dunia
Modern (Jakarta: P.T Binaprinindo Aksara, 1987), hlm. 124.
[6] I. Sandyawan Sumardi, op. cit.,
hlm. 5.
[8] J. Darminta, Praksis Pendidikan
Nilai (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hlm. 107.