Daniel Goleman dan Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional (EQ) merupakan bagian penting dalam diri yang memampukan seseorang mengontrol dan mengelola emosi diri dari segala situasi yang ada. Dalam tulisan Goleman, diungkapkan banyak alasan mengapa kecerdasan emosional lebih penting dari kecerdasan intelektual. Berikut ini beberapa penjabaran Goleman akan teorinya tentang kecerdasan emosional. 

I. KECAKAPAN UTAMA
Rasa takut merupakan siksaan emosional yang merusak kejernihan mental dan melumpuhkan otak nalar. Emosi negatif yang kuat membelokkan setiap perhatian agar selalu tertuju pada emosi itu sendiri, sehingga menghalangi usaha seseorang yang berupaya memusatkan perhatian ke hal-hal lain yang sedang dijalani. Bila emosi mengalahkan konsentrasi, yang dilumpuhkan adalah kemampuan mental atau ingatan kerja. Ingatan inilah yang memungkinkan semua upaya intelektual dapat terlaksana, mulai dari mengucapkan kalimat sampai menguraikan proposisi logika yang rumit.
Motivasi positif tidak boleh dilupakan dalam mencapai prestasi. Motivasi seperti antuisme dan gairah memungkinkan seseorang untuk berlatih secara rutin, melatih mental dan ketahanan diri di tengah persaingan keras. Ketekunan itu bergantung pada sifat emosional seseorang. Dalam artian ini kecerdasan emosional merupakan kecakapan utama, kemampuan yang secara mendalam mempengaruhi semua kemampuan lainnya.

Kendali Dorongan Hati: Tes Marshmallow
Tes Marshmallow adalah tes untuk melawan dorongan hati yang diberikan kepada anak usia 4 tahun. Mereka diuji apakah tahan menunggu sampai si peneliti kembali dengan imbalan dua bungkus marshmallow atau tidak dengan imbalan sebungkus saja. Meskipun sederhana namun tes ini merupakan akar dari segala kendali emosional. Setelah diteliti kemudian, anak-anak yang mampu menunggu dan menahan godaan nafsu untuk langsung memakan marshmallow merupakan remaja-remaja yang secara sosial lebih cakap, secara pribadi lebih efektif, lebih tegas, dan lebih mampu menghadapi kekecewaan hidup. Mereka tidak mudah hancur, menyerah, atau surut di bawah beban stress. Sementara itu, anak-anak yang tidak sanggup menunggu dan langsung menyambar marsmallow yang ada di hadapannya, ketika remaja cenderung menjauhi hubungan sosial, keras kepala dan peragu, mudah tertekan kekecewaan, iri hati dan cemburu. Disimpulkan bahwa, penundaan kepuasan yang dipaksakan kepada diri sendiri demi suatu sasaran, barangkali merupakan inti pengaturan emosional diri.

Hati Risau, Pikiran Kacau
            Kekhawatiran adalah inti rasa cemas yang merusak segala kemampuan mental dan menghambat semua upaya untuk memberi perhatian pada masalah-masalah lain. Dalam pekerjaan rumit yang banyak menuntut pikiran, seseorang yang menderita kecemasan kronis yang parah hampir pasti gagal dalam pekerjaan tersebut. Orang cemas lebih mudah gagal, karena semakin cemas seseorang, semakin buruklah kinerja akademis mereka. Orang cemas biasanya menanamkan dalam dirinya, aku tidak mahir dalam hal ini atau aku tidak bisa melakukannya. Sementara itu orang yang pintar mengatur emosi mereka dapat menemukan pemecahan masalah dalam hidup. Orang yang pintar mengatur emosi adalah orang yang menang atas dirinya sendiri.

Kotak Pandora Dan Pollyanna: Kekuatan Berfikir Positif
            Harapan membuat suatu perbedaan dalam diri seseorang. Dengan kadar harapan yang tinggi orang terdorong untuk bekerja lebih keras dan memikirkan segala daya upaya untuk mengejar suatu ketertinggalan yang dialami. Sementara itu, orang yang derajat harapannya rendah akan menyerah begitu saja dan patah semangat.
            Kisah tentang harapan juga diceritakan dalam legenda Pandora. Seorang putri bangsawan Yunani yang bernama Pandora diberi hadiah sebuah kotak misterius oleh dewa-dewa yang iri akan kecantikannya. Ia dilarang membuka kotak itu. Namun, karena tergoda rasa ingin tahu, ia mengangkat tutup kotak itu dan mengintip ke dalamnya. Begitu kotak itu terbuka, lepaslah segala penyakit, keputusasaan, dan siksaan ke dunia. Satu-satunya obat penawar yang diberikan oleh dewa yang berbelas kasih adalah harapan. Harapanlah yang memberi penghiburan di tengah kesengsaraan. Mempunyai harapan berarti seseorang tidak terjebak dalam keputusasaan.

Optimisme: Motivator Utama
         Dari titik pandang kecerdasan emosional optimisme merupakan sikap yang dapat menyangga seseorang agar jangan sampai terjatuh ke dalam depresi ketika mengalami kesulitan hidup. Seperti halnya harapan, yang merupakan kerabat dekatnya, optimisme membawa banyak keuntungan dalam kehidupan. Optimisme adalah motivator utama yang bisa digunakan dalam memprediksi keberhasilan seseorang. Optimisme dan harapan, patah semangat dan putus asa adalah suatu hal yang dapat dipelajari. Kedua hal ini didasari oleh suatu pandangan yang disebut dengan pendayagunaan diri.

Flow: Neurobiologi Keunggulan
Mihaly Csikszentmihalyi, seorang ahli psikologi dari University of Chicago yang mengumpulkan kisah-kisah tentang keadaan flow (hanyut) yang dialami seseorang. Flow adalah keadaan ketika seseorang sepenuhnya terserap ke dalam apa yang sedang dikerjakannya. Perhatian hanya terfokus ke pekerjaan itu, kesadaran menyatu dengan tindakan. Kebosanan, depresi atau kecemasan menghalangi tercapainya keadaan flow.
 Dalam keadaan flow, seseorang tidak lagi peduli bagaimana mereka bekerja, pada pikiran sukses atau gagal. Kenikmatan tindakan itu sendiri yang memotivasi mereka. Cara untuk mencapai keadaan flow salah satunya adalah dengan memusatkan perhatian sepenuhnya pada tugas yang sedang dihadapi. Keadaan konsentrasi tinggi merupakan inti flow. Flow merupakan keadaan yang bebas dari gangguan emosional, jauh dari paksaan.
Keadaan flow memungkinkan orang untuk menangani tugas-tugas yang paling menantang dalam bidang-bidang tertentu. Kunci menuju keadaan flow adalah keadaan hanya terjadi dalam jangkauan puncak kemampuan, di mana keterampilan telah terlatih baik dan sirkuit saraf paling efisien.

Pembelajaran Dan Flow: Model Baru Dalam Pendidikan
Howard Gardner, seorang ahli psikologi Harvard menganggap flow dan keadaan-keadaan positif yang mencirikannya sebagai salah satu cara paling sehat untuk mengajar anak-anak, memberi motivasi mereka dari dalam diri bukannya dengan ancaman atau iming-iming. Flow merupakan keadaan batin yang menandakan seorang anak sedang tenggelam dalam tugas yang cocok. Seseorang harus menemukan sesuatu yang ia sukai dan menekuninya baik-baik. Secara umum, model flow menyiratkan bahwa mencapai penguasaan keterampilan atau ilmu pengetahuan apa pun idealnya harus berlangsung alami, sewaktu anak tertarik pada bidang-bidang yang secara spontan dicintainya. Mengejar flow melalui proses belajar merupakan cara yang lebih manusiawi, wajar, dan kemungkinan besar lebih efektif untuk memanfaatkan emosi demi tercapainya tujuan pendidikan.

II. AKAR EMPATI
Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri. Semakin terbuka seseorang kepada emosi diri sendiri, semakin terampil seseorang itu membaca perasaan. Kemampuan berempati yaitu kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain, ikut berperan dalam pergulatan arena kehidupan. Emosi jarang diungkapkan dengan kata-kata, emosi jauh lebih sering diungkapkan melalui isyarat. Kunci untuk memahami perasaan orang lain adalah mampu membaca pesan nonverbal: nada bicara, gerak-gerik, ekspresi wajah, dan sebagainya.

Bagaimana Empati Berkembang
Akar empati dapat dilacak hingga masa bayi. Praktis mulai saat mereka lahir, bayi akan terganggu bila mereka mendengar bayi lain menangis. Respons ini dianggap sebagai tanda-tanda awal empati. Istilah mimikri motor merupakan arti teknis asli kata empati sebagaimana digunakan pertama kalinya pada tahun 1920-an oleh E. B. Titchener, seorang ahli psikologi Amerika. Dalam teorinya, Titchener berpendapat bahwa empati berasal dari semacam peniruan secara fisik atas beban orang lain, yang kemudian menimbulkan perasaan yang serupa dalam diri seseorang. Kemudian serangkaian studi oleh Marian Radke-Yarrow dan Carolyn Zahn-Waxler pada National Institute of Mental Health memperlihatkan bahwa sebagain besar perbedaan dalam kepekaan empati ini ada kaitannya dengan bagaimana orangtua menerapkan disiplin pada anak-anak. Mereka juga menemukan bahwa empati anak-anak dibentuk pula dengan melihat bagaimana yang lain bereaksi dan meniru apa yang mereka lihat.

Anak Yang Tersetala Baik
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Daniel Stern, seorang psikiater, mengatakan bahwa saat-saat yang paling penting adalah saat yang memungkinkan anak mengetahui bahwa emosinya ditanggapi dengan empati, diterima, dan dibalas, dalam suatu proses yang oleh Stern disebut penyetalaan (attunement). Penyetalaan terjadi tanpa disadari, sebagai bagian dari irama hubungan. Penyetalaan amat berbeda dengan peniruan biasa. Dalam penyetalaan, seseorang tahu apa yang dilakukannya, bukannya apa yang dirasakannya.

Kerugian Salah Setala
          Tiadanya kesetalaan dalam jangka panjang antara orangtua dan anak akan menimbulkan kerugian emosional yang amat besar bagi anak. Seorang anak akan menjadi pasif apabila orangtuanya kurang memberi tanggapan akan emosi-emosi yang diberikan anak. Suatu studi terhadap para penjahat yang melakukan tindak kejahatan paling keji dan paling brutal menemukan bahwa satu-satunya ciri kehidupan kanak-kanak mereka menyiratkan adanya penyia-nyiaan emosi dan kecilnya peluang mengalami proses penyetalaan. Penyia-nyiaan emosi menumpulkan empati seorang anak di kemudian hari.

Neurologi Empati
          Kondisi tubuh ternyata sangat mempengaruhi empati seseorang. Sebuah laporan tahun 1975 meninjau beberapa kasus yang pasiennya menderita luka tertentu di wilayah kanan lobus frontal mempunyai cacat yang aneh: mereka tidak mampu memahami pesan emosional dalam nada suara orang lain, meskipun mereka paham betul apa yang dikatakan orang lain. Ucapan terima kasih yang bernada sarkastis, yang bernada syukur, dan yang bernada marah semuanya bermakna netral bagi orang-orang semacam itu. Sebaliknya, mereka yang mempunyai kekurangan yang amat berbeda dalam persepsi emosional tidak mampu mengungkapkan emosi melalui nada suara atau gerak-gerik. Empati membutuhkan cukup banyak ketenangan dan kesediaan untuk menerima, sehingga sinyal-sinyal perasaan halus dari orang lain dapat diterima dan ditirukan oleh otak emosional orang itu sendiri.

Empati Dan Etika: Akar Altruisme
            Martin Hoffman seorang peneliti empati berpendapat bahwa akar moralitas ada dalam empati, sebab dengan berempati pada orang lain, setiap orang didorong untuk memberikan bantuan. Tingkat empati paling lanjut muncul ketika orang sudah sanggup memahami kesulitan yang ada di balik situasi yang tampak. Pada tahap itu orang dapat merasakan kesengsaraan suatu golongan, misalnya kaum miskin, kaum tertindas, maupun mereka yang dikucilkan dari masyarakat. Empati mendasari banyak segi tindakan dan pertimbangan moral. Semakin besar empati seseorang kepada orang lain, semakin besar pula kecendrungannya untuk campur tangan atas masalah orang lain tersebut.

Hidup Tanpa Empati: Pikiran Pemerkosa, Moral Sosiopat
            Suatu cacat psikologis yang pada umumnya ditemukan pada pemerkosa, dan banyak pelaku tindak kejahatan lain; mereka tidak mampu berempati. Ketidakmampuan untuk merasakan penderitaan korbannya memungkinkan mereka melontarkan kebohongan kepada diri mereka sendiri sebagai pembenaran atas kejahatannya. Hilangnya empati sewaktu orang melakukan kejahatan pada korbannya selalu merupakan bagian dari siklus emosional yang mempercepat tindakan mereka. Bagi seorang psikopat/sosiopat, tindakan-tindakan paling keji sekalipun tidak membawa mereka pada suatu rasa sesal. Mereka sama sekali tidak mampu merasakan empati atau sentuhan nurani paling tipis sekalipun. Here berpendapat bahwa seorang psikopat tidak akan mempedulikan adanya hukuman yang akan dijatuhkan pada mereka atas perbuatannya.

III. SENI SOSIAL
          Seni sosial merupakan suatu penanganan emosi pada orang lain dalam suatu hubungan. Seni ini membutuhkan dua ketrampilan yang matang pada orang yang bersangkutan, yakni manajemen diri dan empati. Ketrampilan atas seni sosial  menjadi suatu kecakapan yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Kemampuan sosial ini memunginkan seseorang membentuk hubungan, untuk menggerakkan dan mengilhami orang lain, membina kedekatan hubungan, meyakinkan dan mempengaruhi, membuat orang lain merasa nyaman.

Tunjukkanlah Emosi
       Salah satu kunci kecakapan sosial adalah seberapa baik atau buruk seseorang mengungkapkan perasaannya sendiri. Emosi itu harus ditunjukkan. Namun, bagaimana seseorang mampu menempatkan dan menggunakan emosinya dengan baik dan di saat yang tepat merupakan faktor penting dalam kecerdasan emosional. Keterampilan emosi seseorang itu berbeda-beda. Semua emosi mempunyai konsekuensi langsung atas pengaruh yang ditimbulkannya pada orang lain. Ada tiga jenis tatakrama tampilan dasar. Pertama adalah meminimalkan tampilan emosi, kedua melebih-lebihkan apa yang dirasakan dengan membesar-besarkan ungkapan emosi, ketiga mengganti satu perasaan dengan perasan yang lain.

Ketrampilan Mengungkapkan Ekspresi Dan Penularan Emosi
            Emosi itu menular meskipun kadang tidak terlalu kentara dalam setiap perjumpaan. Kita saling mengirim dan menangkap suasana hati orang lain. Isyarat emosional yang kita kirimkan mempengaruhi orang-orang yang sedang bersama kita. Semakin terampil kita secara sosial, semakin baik kita mengendalikan sinyal emosi yang kita kirimkan, dan tetap berhati-hati jangan sampai luapan emosi yang kita kirimkan mengganggu dan dapat merusak perjumpaan. Kecerdasan emosional mencakup penguasaan dalam penularan emosi yang positif. Penularan emosi ini adalah beal yang sangat berharga dalam suatu interaksi sosial.

Dasar-Dasar Kecerdasan Sosial
Kecerdasan emosional merupakan keterampilan mengenali perasaan-perasaan orang lain dan menjalin hubungan dengan  cepat dan lancar dengan mereka. Hatch dan Gradner membagi kecerdasan antar pribadi dalam empat komponen bakat: pertama mengorganisasi kelompok yaitu keteramp seorang pemimpin, menyangkut memprakarsai dan mengkoordinasi upaya menggerakkan orang. Kedua, merundingkan pemecahan, yaitu bakat seorang mediator yang mencegah konflik atau menyelesaikan konflik-konflik.

Terbentuknya Ketidakmampuan Sosial
Para ahli psikologi memberi istilah disemia untuk ketidakmampuan belajar dalam wilayah pesan nonverbal. Ketidakmampuan ini terletak pada ketidakpekaan akan wilayah ruang pribadi, sehingga seorang penderita seringkali berdiri terlampau dekat dengan lawan bicara atau menempatkan barang-barang miliknya ke wilayah orang lain, ketidakmampuan dalam menggunakan bahsa tubuh, keliru memanfaatkan ekspresi wajah misalnya kontak mata.

“Kami Membencimu”: Di Ambang Batas
Seseorang membutuhkan kecakapan sosial untuk mengamati, menafsirkan, dan merespon isyarat-isyarat antar pribadi dan emosional. Biasanya pendatang baru sekedar melihat-lihat dulu sejenak, kemudian bergabung pelan-pelan pada awalnya, kemudian menunjukkan keberadaannya dengan langkah yang amat hati-hati. Terlalu cepat mencoba menunjukkan keberadaan diri dan tidak menyelaraskan diri dengan kerangka acuan kelompok, justru mengakibatkan mereka diabaikan atau ditolak oleh kelompok. Hal ini cenderung dilakukan oleh anak yang tidak populer. Sebaliknya anak yang populer menghabiskan waktu untuk mengamati suatu kelompok dengan tujuan memahami apa yang sedang berlangsung sebelum mereka berusaha masuk, dan kemudian melakukan sesuatu yang tampaknya akan diterima.

Kecemerlangan Emosi
Apabila tes keterampilan sosial adalah kemampuan untuk menenteramkan emosi yang membebani diri dalam diri orang lain, maka menenangkan seseorang yang berada pada puncak amarah barang kali ukuran tertinggi dari keahlian tersebut. 

1 komentar: