Aristoteles dan Metafisika

1.   Nama Metafisika
Metafisika berasal dari bahasa Yunani, yakni: μετά (meta) = "setelah atau di balik", dan φύσικα (phúsika) = "hal-hal di alam". Nama ”metafisika” sudah digunakan sejak abad ke-3 s.M. Istilah metafisika agaknya dipilih untuk menunjukkan bahwa bahan dari Aristoteles harus dipelajari sesudah traktatnya mengenai fisika, karena bahasannya lebih fundamental. Sophia (kebijaksanaan) merupakan ilmu yang tertinggi. Ilmu ini mencari prinsip-prinsip yang paling fundamental dan penyebab-penyebab yang pertama (penyebab efisien, final, material, dan formal). Suatu ilmu yang mempelajari ”yang ada, sejauh ada”, yang menyelidiki kenyataan seluruhnya (sejauh ada).

2.   Kritik atas Plato
Di antara semua traktat Aristoteles, terutama dalam Metaphiysika terdapat kritik Aristoteles atas ajaran gurunya mengenai idea-idea atau bentuk-bentuk. Ada dua argumen yang diterangkan Aristoteles melawan ajaran mengenai idea-idea. Dalam satu argumen, Aristoteles menganggap Plato dan murid-muridnya memperduakan realitas dengan cara berlebihan, karena tidak ada gunanya untuk menerima bentuk-bentuk yang berdiri sendiri di samping banyak benda yang konkret. Suatu argumen lain menandaskan bahwa idea atau bentuk mau tidak mau bersifat individual dan tidak mungkin bersifat umum, sebagaimana dikehendaki Plato. Rasio manusia mempunyai kemampuan untuk seakan-akan “melepaskan” esensi dari benda-benda konkret.

3.   ”Yang Ada” Mempunyai Pelbagai Arti
Metafisika menyelidiki “yang ada sejauh yang ada”, namun kata ada dapat memiliki bermacam-macam arti. Menurut Aristoteles arti primer atau utama adalah ”substansi” yaitu suatu hal yang berdiri sendiri yang dapat menerima keterangan-keterangan, sedangkan substansi itu sendiri tidak dapat ditambahkan sebagai keterangan pada suatu hal lain. ”Aksiden-aksiden” (simbebêkos) yaitu suatu hal yang tidak dapat berdiri sendiri, yang hanya bisa berada dalam suatu substansi dan tidak pernah lepas darinya. Menurut Aristoteles ada 10 cara kata “ada” dapat digunakan. Sebagai substansi, sebagai aksiden dengan sembilan cara.

4.   Ajaran tentang Allah
Allah sebagai “penggerak pertama yang tidak digerakkan” dan sifatnya abadi, sebagaimana juga gerak yang disebabkan olehnya. Dalam metaphysika penggerak pertama diterima untuk mengartikan gerak abadi yang terdapat di dunia. Penggerak ini terlepas dari materi, memiliki kemampuan untuk bergerak. Allah sebagai penggerak pertama tidak mempunyai potensi apa pun juga. Allah harus dianggap sebagai Aktus murni. Allah bersifat immmaterial atau tak badani, ia harus disamakan dengan kesadaran atau pikiran. Allah sebagai penggerak pertama tidak mengenal atau mencintai sesuatu yang lain daripada dirinya sendiri.