1. Kehidupan sosial
merupakan bagian dari hidup manusia yang sangat fundamental. Manusia harus
hidup bersama dengan manusia yang lain. Di dalam perjalanan hidup tersebut,
manusia kerap berbenturan dengan pribadi manusia yang lain maupun kelompok
karena suatu kebutuhan tertentu, misalnya sandang, pangan, dan papan.[1]
Setiap manusia tidak mungkin bertindak sesuka hatinya saja, tanpa mempedulikan
kebutuhan manusia yang lain. Oleh sebab itu, manusia merumuskan suatu hukum
untuk menata jalinan kebersamaan dan keselarasan dalam hidup. Hukum tersebut disusun
secara bersama-sama, sehingga bersifat mengikat dan mengawasi setiap tingkah
laku manusia. Hukum yang dirumuskan oleh manusia ini disebut dengan hukum
positif.[2]
Selain hukum positif,
manusia juga memiliki hukum yang lain berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Martabat
ini dikenakan pada manusia, karena manusia adalah ciptaan yang secitra dengan
Allah. Selain itu, manusia memiliki hati dan budi yang dengannya, setiap
manusia memperoleh hak-hak dasar yang bersifat kodrati. Martabat manusia
tersebut menghasilkan hak yang disebut juga dengan Hak Asasi Manusia. Hak ini
juga menjadi suatu hukum yang disebut dengan hukum kodrat manusia. Hak Asasi Manusia atau HAM bersifat
universal, berlaku di mana saja dan untuk siapa saja. Oleh sebab itu, tidak ada
kekuasaan apa pun di dunia yang dapat mencabut HAM dalam diri seseorang. HAM
dibutuhkan manusia untuk melindungi diri dan martabat kemanusiaannya, serta digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul
atau berhubungan dengan sesama manusia. HAM tentu tidak dimaksudkan bahwa manusia dapat berbuat sesuka
hatinya. Sebab, setiap
manusia
juga dituntut menghargai HAM orang
lain. Dengan
demikian, setiap
orang yang melakukan pelanggaran pada hak asasi orang
lain harus bertanggungjawab
atas perbuatannya tersebut.[3]
Pada hakekatnya,
HAM terdiri atas dua hak dasar yang paling fundamental, yakni hak persamaan dan
hak kebebasan. Hak-hak ini bertujuan untuk melindungi individu-individu dari semua
kekuatan, baik negara, masyarakat, massa, dan lainnya yang mengancam.[4]
Manusia perlu memahami HAM supaya dapat hidup bersama secara
harmonis. Bagaimana HAM dan perkembangannya sampai saat ini perlu diketahui oleh setiap orang untuk
lebih menegaskan tentang keberadaan hak asasi dirinya dengan hak asasi orang
lain.[5]
2.
Pengertian dan Sekilas Sejarah Perkembangan Hak Asasi
Manusia
Pada bagian ini kita akan melihat apa
sebenarnya Hak Asasi Manusia atau HAM tersebut. Setelah mengetahui pengertian
HAM, kita akan menelisik lebih jauh tentang bagaimana sejarah HAM dan
perkembangannya sejak awal hingga sekarang ini.
2. 1
Pengertian Hak
Asasi
Manusia
Hak Asasi Manusia
(HAM) merupakan kumpulan hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia, yang tanpa hak tersebut manusia
tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Hak-hak
tersebut ada pada diri manusia sejak ia mengalami kehidupan dan dimiliki oleh semua manusia tanpa memandang negara, ras, suku, budaya, umur, jenis kelamin dan
lain-lain. Seseorang mendapat hak-hak dasar ini karena dia manusia
yang unik dan tidak tergantikan. Sejak
awal HAM sudah ada
tanpa diatur dalam sebuah
perundang-undangan atau perjanjian internasional.[6]
Dasar HAM adalah bahwa setiap manusia
harus memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat dan
cita-citanya. Jenis hak ini pada
awalnya disadari karena maraknya berbagai tindakan yang merendahkan
harkat dan martabat manusia. Berbagai tindakan tidak berprikemanusiaan seperti
pembunuhan, genosida, perbudakan, penjajahan, dan lain-lain yang
telah mewarnai sejarah manusia
membangkitkan suatu semgangat akan
kemunculan HAM. Kemunculan HAM ini diharapkan dapat mengembalikan hak-hak dasar manusia yang
pada saat itu telah banyak
tercerabut.[7]
HAM adalah alat
untuk melindungi orang dari kekerasan dan kesewenang-wenangan. Dengan
HAM manusia diajak untuk mengembangkan sikap saling menghargai antara sesama. HAM mendorong manusia untuk
melakukan tindakan yang
dilandasi dengan
kesadaran dan tanggung jawab untuk menjamin bahwa hak-hak orang lain tidak
dilanggar. Misalnya, kita memiliki hak untuk hidup bebas dari segala bentuk
diskriminasi, tapi di saat yang sama, kita memiliki tanggung jawab untuk tidak
mendiskriminasi orang lain.
Mansour Fakih
mengungkapkan HAM sebagai berikut, Pertama, HAM tidak perlu diberikan,
dibeli atau diwariskan. Hak asasi patut dimiliki karena kemanusiaan
manusia. Kedua, HAM berlaku untuk semua orang,
tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik, asal usul
sosial bangsa, Ketiga, HAM tidak bisa
dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk melanggar atau membatasi hak
asasi orang lain.[8]
2. 2
Sejarah Perkembangan HAM
Pada umumnya para
ahli berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta[9]
pada tahun 1215 di Inggris. Piagam ini membuat istilah “Raja kebal hukum” tidak
berlaku lagi. Seorang raja dapat dimintai pertanggungjawaban dan dapat diadili
atas kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan hukum. Dalam
arti ini, kekuasaan raja
dibatasi
dan tidak dapat bertindak sesuka hati, terutama bila tindakan tersebut
merendahkan martabat manusia.[10]
Setelah Magna
Charta terbentuk, lahir juga paham baru yang menegaskan bahwa, manusia adalah sama di muka umum. Paham ini
dikemukakan di Inggris pada
tahun 1689. Paham
inilah yang kemudian memperkuat
dorongan timbulnya negara hukum dan demokrasi.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence
yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquieu. Paham ini
menegaskan bahwa, manusia adalah makhluk yang merdeka, bahkan sejak ia masih berada dalam perut ibunya, sehingga tidak logis
bila sesudah lahir ia justru harus dibelenggu.
Pada tahun 1789
lahir The French Declaration, di mana hak-hak yang lebih rinci lagi dilahirkan. Dengan
ini dinyatakan, tidak boleh ada penangkapan dan penahanan yang semena-mena,
termasuk ditangkap tanpa alasan yang sah dan ditahan tanpa surat perintah yang
dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Manusia bebas mengeluarkan pendapat, bebas menganut
keyakinan agamanya, perlindungan terhadap hak milik, dan hak-hak dasar lain.[11]
Perkembangan
selanjutnya dari HAM tidak bisa dilepaskan dari keberadaan dan peran PBB.
Pada tahun 1946 PBB membentuk komisi HAM dengan tugas
untuk mempersiapkan Deklarasi HAM
Universal sebagai unsur pertama dalam Piagam HAM Universal. Piagam tersebut
menegaskan bahwa, pengakuan terhadap martabat manusia, hak-hak yang sama dan
tidak terlepaskan dari semua manusia adalah kondisi dari kebebasan, keadilan,
dan perdamaian dalam dunia.[12]
Deklarasi itu diterima dalam Sidang Umum PBB di Paris
pada 10 Desember 1948.
Deklarasi ini diperingati
sebagai hari HAM sedunia hingga saat ini. Melalui peristiswa ini
HAM menjadi bersifat universal dan
dikenal dengan istilah The Universal Declaration of
Human Right
(UDHR).[13]
Deklarasi ini merupakan tonggak
paling penting bagi pengakuan dan perlindungan HAM secara internasional. UDHR
diyakini mampu memberikan definisi paling sahih mengenai kewajiban menghormati
HAM bagi sebuah negara yang ingin bergabung dengan PBB.
Deklarasi ini memiliki tiga gagasan dasar. Pertama, keterkaitan antara perdamaian,
keamanan internasional dan kondisi yang lebih baik bagi kesejahteraan ekonomi
dan sosial. Kedua, perlindungan internasional terhadap HAM sebagai salah satu
tujuan utama PBB. Ketiga, negara-negara anggota diberikan tugas legal untuk
memastikan bahwa hak-hak dan kebebasan yang ada ditegakkan secara luas dan
efektif.
Setelah UDHR terbentuk, PBB juga mengundangkan International
Covenan on Civil and Political Rights (ICCPR) dan International Covenan on Economic, Social and Cultural Rights
(ICESCR) pada 1966. UDHR dan dua Kovenan ini kemudian lazim disebut sebagai International Bill
of Rights (Undang-undang HAM Internasional). Ditinjau dari perspektif hukum,
dengan adanya International Bill of Rights ini, maka HAM memiliki kekuatan
hukum mengikat, khususnya bagi negara-negara penanda tangan.
PBB
juga meluncurkan beberapa perjanjian lain tentang aspek-aspek khusus HAM:
tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi ras (1965), penghapusan
diskriminasi terhadap perempuan (1979), menentang penyiksaan dan bentuk kejahatan
lain, kekejaman atau tundakan penghinaan atau hukuman (1984), dan tentang
hak-hak asasi anak-anak (1989). Semua perjanjian itu telah menjadi norma yang
jelas berkaitan dengan HAM.[14]
Saat ini HAM menjadi ideologi universal
dan telah menjadi kenyataan
objektif perkembangan sosial masyarakat yang paling mendapat penerimaan dan
pengakuan dari sebagian besar negara di dunia.
[1] Waluyo, dkk, Ilmu Pengetahuan Sosial (Jakarta:
Gramedia, 2008), hlm. 73.
[2] M. Sastrapratedja, Etika dan Hukum: Relevansi Teori Hukum
Kodrat Th. Aquinas (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 225.
[3]
Ruddy Tindage, Gereja dan Penegakan HAM (Yogyakarta:
Kanisius, 2008), hlm. 81.
[4]
Rhoda E. Howard, HAM: Penjajahan Dalih
Relativisme Budaya (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2000), hlm. 11-12.
[5]
Ruddy Tindage, Gereja…, hlm. 82.
[6] A.
Rahman, Etika Berwarga Negara edisi ke-2;
Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Salemba Empat,
2008), hlm. 121.
[7] A.
Rahman, Etika…, hlm. 122.
[8] A.
Rahman, Etika…, hlm. 123.
[9] Magna Carta berasal dari bahasa Latin
yang berarti "Piagam Besar". Magna
Carta merupakan piagam yang dikeluarkan di Inggris pada tanggal 15 Juni
1215. Piagam ini membatasi sistem monarki yang ada di Inggris, terutama sejak
masa Raja John (anak ke-5 dari raja Henry II). Piagam ini mengerdilkan paham
akan kekuasaan absolut Raja. Magna Carta
mengharuskan raja untuk membatalkan beberapa hak dan menghargai beberapa
prosedur, serta menerima bahwa keinginan raja dapat dibatasi oleh hukum. Magna Carta adalah langkah pertama dalam
proses sejarah yang panjang yang menuju ke pembuatan hukum konstitusional. [Lihat Ruddy
Tindage, Gereja…, hlm. 83.]
[10]
Ruddy Tindage, Gereja…, hlm. 82.
[11]
Ruddy Tindage, Gereja…, hlm. 83.
[12]
Ruddy Tindage, Gereja…, hlm. 85.
[13] L. Millburn Thompson, Keadilan dan Perdamaian; Tanggung Jawab
Kristiani dalam Pembangunan Dunia (Jakarta: Gunung Mulia, 2009), hlm. 166.
[14] L. Millburn Thompson, Keadilan…, hlm. 167.