Gerakan New Age bersifat eklektik dan beragam. Eklektik
berarti mengandung banyak paham yang diadopsi, baik dari budaya Timur maupun budaya
Barat. Beragam berarti memiliki komposisi dan ideologi yang berbeda satu sama
lain. Gerakan New Age tidak memiliki susunan hirarki maupun sistem organisasi
yang jelas. Perbedaan yang ada antar sesama penganut gerakan New Age membuat
gerakan ini sulit untuk didefenisikan. Meskipun demikian, gerakan ini masih
dapat diselidiki dan dikenali lewat kepercayaan-kepercayaan dasar yang sama dan
yang bisa diidentifikasi. Dengan menelisik lebih jauh ke dalam gerakan New Age,
kita dapat menemukan akar-akar sejarah, perkembangan, dan ajaran-ajaran utama yang
mereka propagandakan. Berikut ini penulis menyampaikan pemaparan singkat
berkaitan dengan gerakan New Age.
Sekilas Tentang Gerakan New Age
a. Beberapa Pemicu Kemunculan Gerakan New Age
Pemicu kemunculan gerakan New Age tidak lepas dari pemikiran
manusia pada zaman sebelumnya, bahkan lebih jauh dari itu, gerakan
ini menggali kembali
kepercayaan-kepercayaan kuno. Dengan bertitik tolak dari pemikiran masa lampau tersebut,
mereka mempropagandakan
suatu kepercayaan dengan komposisi yang baru.
Gnostisisme
merupakan sebuah aliran kepercayaan yang hidup di dunia Timur Tengah beberapa
abad sebelum Masehi, terutama dalam kebudayaan helenistik Yunani.[25]
Ketika Gereja
mewartakan iman akan Yesus Kristus
di Yunani, kepercayaan gnostik masih tetap hidup, malah kepercayaan ini
menyusup di kalangan umat Kristen, sehingga muncul banyak pandangan-pandangan
yang berbeda dalam keyakinan iman Kristen.
Berdasarkan penemuan di Nag Hammadi,
naskah-naskah gnostik kebanyakan dinyatakan berasal dari pengarang Kristen.
Kesimpulan ini diperoleh berdasarkan isi dalam tulisan naskah-naskah tersebut
yang sangat akrab dengan tokoh-tokoh Kitab Suci Perjanjian Baru seperti Thomas,
Filipus, Yohanes, Yudas, dan Maria Magdalena.[26]
Gnostisisme mengadopsi istilah-istilah yang digunakan
dalam keyakinan agama-agama, menafsirkannya dengan cerdik dan memberi makna
baru pada keyakinan agama tersebut atas dasar gnostisisme.[27]
Masalah fundamental gnostisisme adalah berikhtiar mencari asal-usul dunia,
mengapa kejahatan ada, dan siapa sebenarnya diri manusia.[28]
Penganut gnostisisme mengklaim diri sebagai orang-orang yang memiliki
pengetahuan rahasia (gnosis). Mereka
yakin, gnosis akan membawa mereka
dapat memecahkan masalah fundamental mereka tersebut dan dapat sampai pada
pembebasan jiwa, serta kembali kepada yang ilahi.[29]
Sean Martin dalam bukunya The Gnostics
mengutip dari salah satu naskah yang ditemukan di Nag Hammadi, menuliskan
demikian:
Jika seseorang mempunyai pengetahuan (gnosis), ia datang dari atas. Bila ia
dipanggil, ia mendengar, ia menjawab, dan ia mengarahkan diri kepada yang
memanggilnya dan naik kepadanya. Dan ia tahu dalam cara apa ia dipanggil.
Memiliki pengetahuan, ia menjalankan kehendak dia yang memanggilnya, ia ingin
menyenangkan dia … Ia yang harus mempunyai pengetahuan dalam cara ini, tahu
darimana ia datang dan kemana ia pergi. Ia tahu seperti orang yang mabuk telah
sadar dari kemabukannya, dan kembali menjadi dirinya sendiri, ia telah
memperbaiki dirinya.[30]
Salah satu unsur yang ada dalam gnostisisme adalah
pemikiran dualisme, yakni yang
mempertentangkan antara terang (Allah) dengan gelap (materi). Mereka memandang
dunia materi sebagai suatu realitas yang jahat. Sedangkan, Allah diyakini tidak dapat dikenal dan
tersembunyi, karena tidak ada konsep manusiawi manapun yang mampu
merumuskan-Nya. Oleh sebab itu, Allah yang transenden itu tidak
bertanggungjawab secara langsung atas manusia dan dunia. Inkarnasi, kematian,
dan kebangkitan Yesus pun menjadi tidak dapat dibenarkan apalagi dipercaya.
Bagi gnostisisme, satu-satunya jalan keluar dari keadaan dunia yang jahat, yang
sama sekali tidak ideal bagi manusia adalah gnosis.[31]
Gnostisisme merupakan suatu sinkretisme agama dan tidak
sesuai dengan iman kepercayaan Gereja. Kenyataan ini menjadi suatu alasan yang
kuat bagi Gereja, sehingga pada abad awal Kekristenan, para bapa Gereja,
dimotivasi oleh keinginan untuk mempertahankan ortodoksi iman Gereja, berjuang
keras melawan gnostisisme.[32]
Apakah dengan demikian gnostisisme hilang? Ternyata paham ini tidak pernah
benar-benar dikalahkan. Sebaliknya, paham ini terus berkembang di pinggiran
masyarakat Kristen dan mempengaruhi keyakinan-keyakinan agama lain.[33]
Sejak pertengahan abad ke-18, figur-figur berpengaruh
seperti William Blake, Johann Wolfgang, Herman Melville, Kierkegaard, dan Carl
Jung secara implisit bahkan eksplisit telah membangkitkan kembali paham
gnostisisme lewat tulisan-tulisan mereka.[34]
Kelahiran kembali gagasan gnostik ini disambut hangat oleh gerakan New Age,
bahkan menjadi salah satu bagian dalam gerakan New Age. Namun, karena gerakan
New Age bukanlah gnostisisme murni sejumlah orang menggunakan istilah
neognostisisme untuk membedakan gnosis gerakan New Age dengan gnosis dalam
gnostisisme kuno. Paus Yohanes Paulus II berpendapat, bahwa gerakan New Age
adalah gnostisisme baru.[35]
a.2 Agama-Agama
Timur
Kemunculan gerakan New Age tidak dapat dilepaskan dari
kebudayaan Timur. Gerakan New Age banyak mengadopsi dan mengembangkan inti
spiritualitas mereka dari kepercayaan agama-agama Timur, terutama agama Hindu
dan agama Buddha.[36]
Agama Hindu lahir dari akulturasi kebudayaan, antara bangsa Arya sebagai bangsa
pendatang dari Iran yang memisahkan diri dengan bangsa Drawida sebagai penduduk
asli India, antara abad XX-X sebelum Masehi. Karena Bangsa Arya merasa diri
memiliki derajat yang lebih tinggi dari bangsa asli India, mereka menciptakan
kasta-kasta, yang hingga saat ini menjadi salah satu kekhasan agama Hindu.[37]
Agama Hindu menganut kepercayaan pantheisme dan animisme. Kepercayaan ini membuat agama Hindu menjadi agama yang
memiliki banyak upacara ritual dan kurban yang rumit. Dalam sejarah
perkembangannya, sekitar abad VI sebelum Masehi, timbul suatu gerakan yang
menolak upacara-upacara dan kurban-kurban agama Hindu tersebut.[38]
Perpecahan tidak bisa dihindarkan, aliran-aliran baru terbentuk, salah satunya
adalah agama Buddha. Pencetus agama ini adalah seorang putra raja yang bernama
Sidharta Gautama. Ia mengasingkan diri dan bertapa untuk memperoleh
kebijaksanaan. Di kemudian hari, banyak orang meyakini bahwa ia telah
memperoleh kebijaksanaan tersebut bahkan pencerahan, karena itu ia dianggap
sebagai salah seorang titisan Buddha. Keterpecahan antara agama Buddha dan
agama Hindu tidak menghapus esensi agama Hindu dalam agama Buddha, justru agama
Buddha masih tetap berakar kuat dalam kepercayaan agama Hindu.[39]
Kedua agama ini menganut paham monisme yang panteistis.[40]
Ada keyakinan bahwa segala sesuatu adalah Satu (Brahman), dan yang Satu itu
adalah Allah. Manusia adalah bagian dari segala sesuatu, dengan demikian
manusia juga bersifat ilahi. Manusia harus sadar bahwa ia memiliki kuasa ilahi
tersebut, sehingga tujuan hidup manusia dapat terwujud, yakni menghilangkan
kepribadian individual dan melebur ke dalam Sang Satu. Terlebur ke dalam Sang
Satu berarti Nirwana. Hanya saja Sang Satu (Allah) yang dimaksud dalam
kepercayaan ini bukanlah pribadi, melainkan suatu Energi Universal.[41]
Konsekuensi kepercayaan monisme yang panteistis adalah
dunia materi dipandang sebagai ilusi semata. Kebebasan diperoleh bila roh
manusia keluar dari tubuh yang fana. Oleh sebab itu, Manusia membutuhkan ribuan
kali reinkarnasi sebelum mencapai kesadaran lebih tinggi yang diperlukan untuk mengenal
keilahian dan kesatuan segala sesuatu atau Nirwana. Menghindari reinkarnasi
yang terus-menerus, manusia dapat juga menuju Nirwana dengan berguru dari guru
bijaksana atau Avatar, salah satunya adalah Yesus. Mereka ini makhluk yang
telah mencapai nirwana, tetapi diperbolehkan berhubungan dengan dunia untuk
mengajari manusia cara mempersingkat proses reinkarnasi dengan sebuah
pencerahan yang istimewa.[42]
Keyakinan dan konsep-konsep agama Hindu kemudian menarik
perhatian dan membangun suatu sistem yang ada dalam gerakan New Age.[43]
Salah satu kepercayaan New Age adalah reinkarnasi. Kepercayaan akan reinkarnasi
bisa juga ditemukan pada kepercayaan kuno Mesir, kepercayaan suku Afrika, dan
pada kepercayaan penduduk asli Amerika Utara.[44]
Materialisme dan Rasionalisme modern yang sebelumnya diagung-agungkan kini
kurang diminati, karena orang zaman sekarang lebih menyukai mistik yang
kelihatan begitu meyakinkan dan penuh kasih. Gerakan New Age sebenarnya hendak
mengatakan bahwa semua keunikan individu yang ada harus dihapuskan.[45]
Kita perlu memperhatikan bahwa, reinkarnasi dalam pandangan
gerakan New Age lebih dikaitkan erat dengan konsep evolusi yang menaik, yakni
yang menuju keilahian. Pandangan ini bertentangan dengan konsep reinkarnasi
dalam agama Hindu-Buddha. Gerakan New Age justru memandang reinkarnasi sebagai
langkah maju jiwa seseorang menuju kesempurnaan. Kematian hanyalah peralihan
jiwa dari tubuh yang satu ke tubuh yang lain.[46]
a.3 Filsafat
Modern
Apa yang membedakan pemikiran modern[47]
dengan pemikiran sebelumnya yang dapat disebut tradisional? Para ahli memahami
pemikiran modern sebagai suatu pemberontakan hebat terhadap alam pemikiran
tradisional abad pertengahan dan abad-abad sebelumnya, karena sangat
mengandalkan metafisika atau ontologi. Pemikiran modern bertindak secara
filosofis dan mendasarkan diri pada rasio. Dengan ini rasionalitas manusia
menjadi otonom, sehingga berbeda dari pemahaman sebelumnya yang berdasar atas
iman dan dikenal sebagai teologi.[48]
Filsafat modern mencoba untuk melepaskan diri dari
kungkungan tradisi abad pertengahan dengan memunculkan paham-paham yang secara
kualitatif baru. Jikalau dalam filsafat tradisional ramai dipersoalkan tantang
kenyataan adikodrati dan metafisika, para filsuf modern sibuk mempersoalkan
cara untuk menemukan dasar pengetahuan tersebut lewat bahasa-bahasa filosofis.
Kenyataan ini menimbulkan suatu peralihan minat. Lambat laun, minat terhadap
keadikodratian atau refleksi akan Allah bergesar ke refleksi atas manusia
dengan segala kemampuan kodratinya, atau teosentrisme bergeser ke arah
antroposentrisme. Rasio, persepsi, afeksi dan kehendak manusia menjadi
tema-tema refleksi baru yang lebih diutamakan.[49]
Gerakan New Age melihat banyak peluang untuk
merasionalkan paham-paham mereka lewat kehadiran filsafat modern. Pada
dasarnya, filsafat modern banyak mengambil tema kepercayaan kuno, kemudian
menafsirkannya secara kreatif, filosofis, dan ilmiah. Kebaruan gagasan kuno lewat tafsiran filsafat modern
menimbulkan rasa tertarik bagi banyak orang untuk mengamini bahkan mengikuti
gagasan tersebut. Contoh yang bisa dilihat, paham panteisme kuno memperoleh
kredibilitas lewat dasar sistematis dan filosofis yang diajarkan dalam filsafat
Spinoza.[50]
Idealisme Jerman juga merupakan salah satu bagian dalam
filsafat modern. Tema-tema idealisme seolah menjawab kebutuhan gerakan New Age
akan suatu pendasaran rasional dari kekunoan paham mereka. Georg Wilhelm
Friedrich Hegel seorang filsuf idealisme banyak memberikan pengaruh yang besar.[51]
Idealisme Hegel berbicara tentang Yang Absolut (das Absolute). Menurutnya Yang Absolut adalah “pikiran yang memikirkan
dirinya sendiri, dengan kata lain Roh”.[52]
Yang Absolut juga adalah totalitas, seluruh kenyataan. Dalam salah satu
bukunya, Hegel menulis bahwa Roh sama luasnya dengan seluruh realitas.[53]Selanjutnya
dalam Phanomenologie des Geites
(Fenomenologi Roh), ia merumuskan bagaimana kesadaran manusia berkembang dalam
proses dari tahap yang paling rendah ke tahap yang paling tinggi, layaknya
dalam proses evolusi.[54]
Pemikiran Hegel pada akhirnya dilihat sangat identik
dengan konsep Sang Satu dalam gerakan New Age. Gerakan ini mengadopsi paham
Hegel, bahkan melangkah lebih jauh. Mereka menambah bahwa realitas dapat
ditentukan oleh akal budi manusia. Kita bisa menciptakan realitas unik dari
diri kita sendiri. Istilah evolusi disampaikan untuk mengungkapkan bahwa manusia
menuju kesadaran lebih tinggi, bahkan Kekristenan hanyalah satu fase dari
proses evolusi spiritual.[55]
Bentuk radikal ekspansi paham ini adalah kegilaan pada mimpi yang marak zaman
sekarang.[56]
a.4 Psikologi
Modern
Psikologi modern merupakan suatu ilmu yang berbicara
tentang proses mental manusia, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada
perilaku; dapat juga diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang gejala-gejala
dan kegiatan jiwa manusia. Psikologi modern menawarkan banyak hal yang menarik
seperti jiwa yang baru, kesadaran yang baru, cara berpikir yang baru, dan
pribadi yang baru. Psikologi modern menyakini bahwa, pertolongan yang dicari
manusia sebenarnya sudah ada jawabannya dalam diri manusia itu sendiri, yaitu
sumber pertumbuhan dan potensi yang tak terbatas yang hanya perlu dihidupkan
kembali.[57]
Psikologi modern
membantu manusia untuk menyingkirkan gangguan-gangguan pikiran dan kejiwaan
dalam suatu permasalahan hidup. Psikologi ini juga dipergunakan untuk
menerangkan pengembangan budi dalam pengalaman-pengalaman rohani, yang membawa
orang kepada suatu pengalaman pemenuhan diri.[58]
Teori-teori dalam psikologi modern dan praktik-praktik psikoterapis yang
dikenal sebagai psikoanalitis diperkenalkan oleh seorang Yahudi bernama Sigmund
Freud (1856-1939).[59]
Ia melakukan berbagai riset psikoterapi. Salah satu gagasan dari hasil riset
tersebut ia simpulkan:
Jiwa manusia terpengaruh oleh kekuatan bawah sadar yang
haus akan kekuasaan; karena itu manusia diperintah oleh bawah sadarnya dan
bukan oleh pikirannya. Manusia pada dasarnya adalah binatang yang terdorong
oleh naluri yang terus-menerus bentrok dengan nilai-nilai sosial. Kepercayaan
kepada Tuhan adalah gangguan jiwa, suatu ilusi yang dibutuhkan oleh yang lemah.
Freud melihat agama hanya sekadar daya bertahan jiwa saja.[60]
Tokoh lain psikologi modern adalah Carl Jung, seorang psikiater dan filsuf yang
lahir pada tahun 1875, murid Sigmund Freud. Carl Jung adalah salah seorang
psikolog modern terbesar, karena pengaruhnya yang banyak dipakai dan
dikembangkan para psikolog yang lain. Salah satu teorinya mengenai “bawah sadar
kolektif” mengajarkan bahwa semua pengalaman manusia disimpan dan diteruskan
dalam kesadaran yang dimiliki setiap orang. Ia berbeda dari gurunya yang
menghina semua kepercayaan agama dan terobsesi oleh seksualitas karena pengaruh
pengalaman dan kondisi lingkungan. Namun, meskipun Carl Jung mengakui
nilai-nilai ajaran agama, ia tetap beralih ke aliran gnostisisme dan
agama-agama Timur, bahkan ia sendiri menjadi seorang panteis yang percaya pada
keyakinan-keyakinan agama berdasar pada pengalaman pribadi. Kebenaran dalam
pengalaman-pengalaman pribadi inilah yang pada akhirnya menggantikan
kebenaran-kebenaran objektif dalam agama.[61]
Karl Jung mengajarkan suatu pandangan yang lebih
optimistis tentang manusia dan menekankan kekuatan besar jiwa manusia, berbeda
dengan gurunya Freud yang justru menilai manusia sangat pesimistis. Masalahnya,
gagasan-gagasan Jung juga para psikolog yang lain banyak ternoda oleh
kekafiran. Kebaikan psikologi modern kemudian disalahgunakan dengan
meninggalkan prinsip-prinsip yang sehat. Psikologi yang meninggalkan
prinsip-prinsip yang sehat tersebut dinamakan dengan Gerakan Pengembangan
Pribadi (Human Potential Movement). Gagasan-gagasan dasarnya sama dengan
gerakan New Age. Maka, tidak heran jika Gerakan New Age memuji tokoh-tokoh
psikolog modern, khususnya karl Jung karena ajaran-ajaran mereka dapat menjadi
pendukung bagi kepercayaan gerakan New Age.[62] Salah satu dari keyakinan mereka, bahwa
pengalaman-pengalaman yang dapat membangkitkan status kesadaran manusia kearah
yang lebih sempurna, termasuk seks dan drugs, dipercaya dapat membawa manusia
pada pencerahan.[63]
a.5 Gerakan
Pengembangan Pribadi
Gerakan Pengembangan Pribadi merupakan bentuk baru dan
populer dari psikologi modern yang berkembang pada tahun 1950-an dan mencapai
puncaknya pada tahun 1970-an.[64]
Gerakan ini memiliki bentuk-bentuk yang sangat bervariasi. Meskipun demikian,
keyakinan dasar ada pada penekanan otonomi, kebaikan, dan potensi manusia.
Abraham Maslow adalah seorang psikolog yang dipandang sebagai bapak Gerakan
Pengembangan Pribadi. Meskipun Maslow seorang ateis, ia percaya bahwa manusia
pada dasarnya bisa menjadi ilahi dengan membuka sumbat potensinya yang
tersembunyi.[65]
Gagasan-gagasan Abraham Maslow termuat dalam buku Motivation and Personality yang
diterbitkan tahun 1954. Ia mengangkat harkat manusia di atas binatang, dan
menolak pandangan psikolog sebelumnya yang terlalu merendahkan manusia sekadar
hanya bersifat hewani. Ia mengakui banyak sisi baik manusia dan mengajarkan
bahwa manusia mempunyai potensi yang besar untuk berkembang dalam keutuhan,
kebaikan, dan nilai-nilai. Secara implisit ia hendak mengatakan bahwa melalui
kekuatan yang ada dalam diri sendiri, manusia bisa menjadi seorang manusia
super dan mirip Allah.[66]
Ajaran ini memberi inspirasi bagi sejumlah psikolog ternama. Ajaran tersebut
berkembang menjadi psikologi humanistis. Dua prinsipnya mengatakan bahwa
manusia pada dasarnya baik dan mempunyai potensi tak terbatas untuk berkembang.
Psikologi humanistis menegaskan, melalui psikoterapi, manusia mampu
memanfaatkan potensi tak terbatas yang ada dalam dirinya.[67]
Praktek-praktek psikologi humanistis diminati dan diikuti
banyak orang. Namun, orang merasa tidak puas dengan hasil psikoterapi
humanistis mereka yang tidak mencapai transendensi dan aktualisasi diri. Mereka
menginginkan sesuatu yang lebih dari sekadar aktualisasi diri. Mereka ingin
menjadi ilahi dan membutuhkan suatu cara yang lebih baik lagi dari psikologi
humanistis. Psikologi ini pun berkembang dan diganti dengan psikologi
transpersonal yang di dalamnya ditawarkan suatu metode yang cepat untuk
mencapai keilahian, yakni meditasi ala Timur.[68]
Konsep utama
psikologi transpersonal adalah Budi Universal atau Diri Tertinggi sebagai
identitas manusia yang riil, jembatan antara Allah, Sang budi Ilahi dan
kemanusiaan.[69]
Dalam Journal of Transpersonal Psychology
tahun 1969 dikatakan:
Transpersonal psikologi sebagai kekuatan yang berkembang
yang tertarik akan kapasitas manusia yang tak terhingga, di mana kapasitas-kapasitas
itu disebutkan sebagai kesadaran yang menyatu, pengalaman puncak, pengalaman
mistis, aktualisasi diri, kesatuan, kesadaran kosmis, dan gejala transenden.[70]
Psikologi transpersonal telah membuka diri kepada
berbagai tradisi paham kebatinan Timur yang bersifat monistis dan panteistis.
Psikologi ini memasukkan praktek dan latihan-latihan kebatinan Timur seperti
meditasi alam dan yoga ke dalam dirinya. Hal ini menjadi menarik karena mencoba
menggabungkan antara rasionalisme Barat dengan mistisisme Timur.[71]
Psikologi transpersonal sangat memperhatikan kemampuan-kemampuan manusia yang
paling pokok, diantaranya kesadaran kosmis, kesadaran akan persatuan, kesatuan,
dan pengalaman-pengalaman mistik. Psikologi ini pada dasarnya tidak lagi
menaruh kepercayaan kepada Allah. Psikologi ini hanya melihat kemanusiaan atau
humanity. Para ahli berpendapat bahwa psikologi transpersonal sebenarnya
merupakan gerakan New age yang sesungguhnya.[72]
b.Sejarah Singkat dan Tujuan Gerakan New Age
b.Sejarah Singkat dan Tujuan Gerakan New Age
Menurut ahli-ahli astrologi, abad pisces yang dihidupi
pada zaman modern akan diganti dengan abad baru (New Age) yang disebut zaman
aquarius[73]
pada permulaan millennium ketiga.[74]
Para penganut gerakan New Age meramalkan bahwa zaman itu akan terwujud tahun
2000-an. Pendapat yang lain menyatakan zaman itu sudah datang sejak tahun
1960-an. Intinya mereka yakin bahwa seluruh kosmos sedang bergerak menuju ke
arah tujuan akhir, di mana manusia akan mencapai kesempurnaan dan keilahian
melalui suatu pencerahan.[75]
Gerakan New Age awalnya muncul di Amerika Serikat, di
California sekitar tahun 1960-an, mulai marak dibicarakan sejak tahun
1970-1980. Gerakan ini cepat dikenal lewat berbagai media, karena pengaruh
kemajuan teknologi yang sangat pesat. Gerakan ini menunjukkan suatu kerinduan manusia
akan pemenuhan serta keberadaan yang sehat, maupun pemenuhan atas rasa haus
akan keadilan dan kedamaian, kerinduan akan suatu spiritualitas yang mendunia
di samping agama-agama partikular. Di sisi lain, Gerakan ini merupakan
kebangkitan kembali secara modern kepercayaan dan tradisi-tradisi kuno,
terutama yang berasal dari Timur.[76]
Jika kita hendak mengenal gerakan New Age, kita tidak
dapat melepaskannya dari pengaruh paham theosofi.[77]
Masyarakat teosofis didirikan oleh Helena Petrovna Blavatsky
dan Hendry Steele Olcott di New York, pada tahun 1875.[78] Di dalam masyarakat teosofis orang diajari tentang ajaran-ajaran teosofi yang sudah diyakini oleh para pendirinya. Adapun ajaran-ajaran teosofi mempunyai akar dari paham-paham mistik India kuno. Paham-paham tersebut mengilhami Blavatsky ketika ia berguru selama 7 tahun di Tibet.[79] Para ahli banyak berpendapat dan mengatakan bahwa Blavatsky adalah nenek gerakan New Age.
dan Hendry Steele Olcott di New York, pada tahun 1875.[78] Di dalam masyarakat teosofis orang diajari tentang ajaran-ajaran teosofi yang sudah diyakini oleh para pendirinya. Adapun ajaran-ajaran teosofi mempunyai akar dari paham-paham mistik India kuno. Paham-paham tersebut mengilhami Blavatsky ketika ia berguru selama 7 tahun di Tibet.[79] Para ahli banyak berpendapat dan mengatakan bahwa Blavatsky adalah nenek gerakan New Age.
Masyarakat teosofis yang didirikan Blavatsky bertujuan
sebagai sarana dan tempat studi perbandingan agama untuk menetapkan etika
universal dan pengembangan kekuatan-kekuatan tersembunyi jiwa manusia. Ajaran
mengenai masyarakat mencakup gabungan dari Buddisme esoterik dan mistisisme
Hindu.[80]
Pendiri gerakan ini memiliki kecendrungan mistik kuno. Ia sering bepergian ke
India, Britania, dan Amerika Serikat dan menjadi sangat terlibat dengan ilmu
kebatinan. Ia mengakui telah berkontak dengan mahatma. Dua buku utama yang ditulis oleh Blavatsky berjudul Isis Unveiled (1887) dan The Secret Doctrine (1888).[81]
[24]
Gnostisisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu gnosis yang berarti pengetahuan. Namun, pengetahuan yang dimaksud
dalam kata gnosis bukanlah seperti
yang ada pada kata science atau ilmu
pengetahuan, melainkan pengetahuan dalam arti pengetahuan rahasia yang menjadi
suatu praksis hidup atau keutamaan hidup. Gnostisisme dapat dideskripsikan
sebagai suatu ajaran religius yang menekankan paham akan keselamatan manusia
dengan cara bergantung sepenuhnya pada gnosis
(pengetahuan rahasia). Gnosis ada di
dalam jiwa manusia yang adalah “baik”, sementara tubuh atau materi manusia
menghambat manusia untuk sampai pada gnosis.
Gnostisisme menyangkal eksistensi materi karena dianggap jahat dan menyengsarakan.
[Lihat John A. Saliba, Understanding New
Religious Movement Second Edition (Lanham - New York: Altamira Press,
2003), hlm. 48.; bdk. Eddy Kristiyanto, Selilit
Sang Nabi…, hlm. 36-38.; bdk. Purwatma, M. Orientasi Baru vol. 21, Tantangan Gnostik Bagi Hidup Beriman Masa
Kini (2012), hlm. 191.]
[25]
Stratford Caldecott, Understanding the
New Age Movement (London: Catholic Truth Society Publishers, 2006), hlm.
10.
[26]
Purwatma, M. Orientasi Baru vol. 21, Tantangan
Gnostik…, hlm. 191.
[27]
Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan
Iman…, hlm. 51-52.
[28]
Eddy Kristiyanto, Selilit Sang Nabi…,
hlm. 37.
[29]
Purwatma, M. Orientasi Baru vol. 21, Tantangan
Gnostik…, hlm. 191.
[30] Terjemahan dari, “If one has
knowledge [gnosis], he is from above. If he is called, he hears, he
answers, and he turns to him who is calling him and ascends to him. And he
knows in what manner he is called. Having knowledge, he does the will of the
one who called him, he wishes to be pleasing to him… He who is to have
knowledge in this manner knows where he comes from and where he is going. He
knows as one who having become drunk has turned away from his drunkenness and
having returned to himself, has set right what are his own.” [Lihat Sean
Martin, The Gnostics The First Christian
Heretics (Harpenden, Herts: Pocket Essentials, 2006), hlm. 29.]
[31]
Stratford Caldecott, Understanding the…,
hlm. 10-11.; bdk. Eddy Kristiyanto, Selilit
Sang Nabi…, hlm. 38.; bdk. Purwatma, M. Orientasi
Baru vol. 21, Tantangan Gnostik…, hlm. 192.
[32]
John A. Saliba, Understanding…, hlm.
47.
[33]
Stratford Caldecott, Understanding the…,
hlm. 12.
[34]
John A. Saliba, Understanding New…,
hlm. 47.
[35] Acta Apostolicae Sedis (AAS) Commentarium
Officiale Vol LXXXVI 7 Januari 1994, hlm. 329-335.
[36]
Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan
Iman…, hlm. 55.
[37] A.
G. Honig, Ilmu Agama (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1987), hal. 124.
[38]
Herlianto, Humanisme…, hlm. 51, 55.
[39]
Herlianto, Humanisme…, hlm. 58-59.
[40]
Kata monisme berasal dari bahasa Yunani monos
yang berarti satu. Istilah ini dipakai untuk menggambarkan bahwa segala
sesuatu adalah satu. Segala makhluk dan alam saling berhubungan dan berkaitan,
antara manusia, hewan, benda, maupun allah. Perbedaan yang ada hanya dalam
taraf permukaan (bentuk), tetapi perbedaan itu tidak riil. Panteisme berasal
dari kata Yunani pan berarti semua,
dan theos berarti allah. Panteisme
berarti kepercayaan bahwa segala sesuatu adalah allah. Keyakinan ini berasal
dari paham tentang monisme. Jika segala sesuatu adalah satu (termasuk allah),
maka di satu sisi segala sesuatu adalah allah. Semua ciptaan mengambil bagian
dalam hakekat ilahi. Dengan demikian tidak ada lagi tempat bagi Allah sebagai
yang berdiri sendiri sebagaimana dipahami di dalam theisme klasik. [Lihat Seri
Dokmen Gerejawi No. 66., Yesus Kristus…,
hlm. 97.]
[41]
Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan
Iman…, hlm. 55.
[42]
Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan
Iman…, hlm. 56.
[43]
Michael York, Historical Dictionary…,
hlm. 64.
[44]
John A. Saliba, Understanding…, hlm.
45.
[45]
Gene Edward Veith, Dengan segenap akal
budi (judul asli: loving God with all
your mind: how to survive and prosper as a Christian in higher education and
post-Christian culture) diterjemahkan oleh Lisda Tirtapraja Gamadhi
(Jakarta: Gunung Mulia, 2003), hlm. 108-109.
[47]
Istilah modern berasal dari bahasa Latin “moderna”
yang artinya “sekarang”, “baru”, “saat kini”. Banyak ahli sejarah menyepakati
bahwa zaman modern lahir abad XV di Eropa. Alasannya, pada zaman itu kesadaran
akan kekinian muncul, bukan berarti bahwa sebelumnya orang tidak hidup di masa
kini. lebih tepat jika dikatakan, sebelumnya orang kurang menyadari bahwa
manusia bisa mengadakan perubahan-perubahan secara kualitatif baru atau modern.
Istilah modern bukan hanya merujuk pada periode, melainkan juga pada bentuk
kesadaran yang terkait dengan kebaruan. Karena itu, istilah perubahan,
kemajuan, revolusi, pertumbuhan adalah istilah-istilah kunci kesadaran modern.
[Lihat F. Budi Hardiman, Filsafat Modern
dari Machiavelli Sampai Nietzsche (Jakarta: gramedia Pustaka Utama, 2004),
hlm. 2-3.]
[48] F.
Budi Hardiman, Filsafat Modern…, hlm.
6.
[49] F.
Budi Hardiman, Filsafat Modern…, hlm.
7.
[50]
Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan
Iman…, hlm. 58.
[51]
Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan Iman…,
hlm. 59.
[52] F.
Budi Hardiman, Filsafat Modern…, hlm.
178.
[53] F.
Budi Hardiman, Filsafat Modern…, hlm.
180.
[54] F.
Budi Hardiman, Filsafat Modern…, hlm.
182.
[55]
Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan
Iman…, hlm. 60.
[56]
Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan
Iman…, hlm. 59.
[57]
Herlianto, Humanisme…, hlm. 111.
[58]
Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan
Iman…, hlm. 59.
[59] Rom
Harre dan Roger Lamb, ed., Ensiklopedi
Psikologi Pembahasan dan Evaluasi Lengkap Berbagai Topik, Teori, Riset, dan
Penemuan Baru dalam Ilmu Psikologi (judul asli: The Dictionary of personality and Social Psychology) diterjemahkan
oleh Ediati Kamil, (Jakarta: Arcan, 1996), hlm. 115.
[60]
Herlianto, Humanisme…, hlm. 111.
[61]
Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan
Iman…, hlm. 61.
[62]
Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan
Iman…, hlm. 61.
[64]
Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan
Iman…, hlm. 60.
[65]
Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan
Iman…, hlm. 62.
[66]
Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan
Iman…, hlm. 62.
[67]
Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan
Iman…, hlm. 63.
[68]
Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan
Iman…, hlm. 64.
[70]
Herlianto, Humanisme…, hlm. 114.
[71]
Herlianto, Humanisme…, hlm. 114.
[72]
Frank Chacon dan Jim Burnham, Pembelaan
Iman…, hlm. 64.
[73]
Zaman aquarius merupakan suatu identifikasi ilmu astrologi yang mengemukakan
bahwa setiap zaman astrologis terdiri dari sekitar 2146 tahun dan dinamai
menurut satu dari tanda-tanda rasi bintang (zodiak). Zaman aquarius akan
menggantikan zaman pisces yang dinominasi oleh Kekristenan. Masing-masing zaman
memiliki energi kosmiknya tersendiri; energi dalam pisces telah membuatnya
menjadi zaman peperangan dan konflik, sementara zaman aquarius telah ditetapkan
untuk menjadi zaman keharmonisan, keadilan, kedamaian, kesatuan, dll. [Lihat
Michael York, Historical Dictionary…,
hlm. 14-15.; bdk. Seri Dokmen Gerejawi No. 66., Yesus Kristus…, hlm. 86.]
[75] Jan
S. Aritonang, Berbagai Aliran di dalam
dan Sekitar Gereja (Jakarta: Gunung Mulia, 2008), hlm 426-436.
[77] Theosofy berasal dari bahasa Yunani theos (ilahi) dan sophia (kebijaksanaan), berarti “kebijaksanaan Allah”. Istilah ini
menyarankan suatu pengetahuan mistik akan yang ilahi. The Theosophical Society yang didirikan Helena Petrovna Blavatsky
memberi penekanan baru. Mistisisme theosofis cenderung bersifat monistis, dengan
penekanan pada keatuan hakiki dari komponen-komponen spiritual dan material
dari alam semesta. Ia juga mencari kekuatan-kekuatan tersembunyi yang
menyebabkan terjadinya interaksi antara materi dan roh, sedemikian rupa
sehingga yang insani dan yang ilahi dapat bertemu. [Lihat Seri Dokmen Gerejawi
No. 66., Yesus Kristus…, hlm. 99.]
[78]
Linda Smith dan William Raeper, Ide-Ide
Filsafat…, hlm. 252.; bdk. Michael York, Historical Dictionary…, hlm. xix.
[79]
Herlianto, Humanisme…, hlm. 142.
[80]
Linda Smith dan William Raeper, Ide-Ide
Filsafat…, hlm. 252.
[81]
Michael York, Historical Dictionary…,
hlm. 36-37.
[90]
Wouter J. Hanegraaff, New Age Religion
and Western Culture Esotericism in The Mirror of Secular Thought (Leiden-NewYork-Koln:
Brill, 1996), hlm. 183.
[91]
Wouter J. Hanegraaff, New Age Religion…,
hlm. 184.